Rabu, 29 Januari 2014

Memoar amir dipenjara

Memoar dari Penjara dan Indahnya Persahabatan bersama Amir Hizbut Tahrir, Al-Alim –Al-Jalil Sheikh Ata bin Khalil Abu al- Rashtah
Oleh:  Salim al- Amr

Bagian Pertama
Majalah Al – Waie edisi Arab menerima beberapa memoar dari yang terhormat, Salim al- Amr. Kami telah mempublikasikan sebagian dari memoar itu, karena Insya Allah di dalamnya terdapat pelajaran dan manfaat bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Kami menyampaikan terima-kasih dan penghargaan kepada Saudara Salim untuk memoar yang ekspresif dan menggugah ini. Kami memohon kepada Allah SWT untuk memberikan kepadanya apa yang yang akhirnya akan datang, dan semoga Allah menjaganya dari segala keburukan dan kejahatan.
Memoar Penjara dan Penghargaan Persahabatan (1)
Awalnya dimulai dari Penjara Gurun Sawaqa di Yordania. Hari itu saya tidak tahu tentang Hizbut Tahrir kecuali beberapa perkara yang membuat saya meremehkan dan membenci. Semoga Allah mengampuni orang yang menjadi penyebab atas masalah ini!
Pada pagi hari itu, berita datang ke penjara bahwa seorang tahanan bernama Ata Abu al- Rashtah [Abu Yasin] akan dipindahkan dari Penjara Juwaideh ke Penjara Gurun Sawaqa. Hal ini tidak begitu menjadi masalah bagi saya sebagaimana pentingnya hal itu bagi para syabab  (anggota) Hizbut Tahrir yang berada di ruang sebelah depan ruangan kami. Saya menyaksikan wajah-wajah ceria mereka, hanya karena mereka mendengar tentang kedatangannya. Saya mengetahui dari mereka bahwa ia adalah juru bicara resmi Hizbut Tahrir. Namun siapa dari kami yang mengenalnya?
“Bagaimana anda tidak kenal siapa orang ini, dia adalah salah seorang dari sangat sedikit orang yang menulis tentang ekonomi Islam!” seru teman saya (Ahmad al – Sa’oub, yang merupakan saudara saya seiman – dalam melawan orang-orang Yahudi). Tentu saja, Ahmad termasuk yang rajin membaca koran sampai-sampai kami mengatakan bahwa kami membeli koran seharga dua puluh sen dan dia membacanya seharga satu dinar! Bahkan iklan kecil tidak akan luput dari perhatiannya.
Ketika itu saya berada di sebuah ruangan dengan orang-orang yang disebut sebagai  orang ‘Afghan Yordania’. Kasus ini adalah satu kasus yang rumit di mana banyak orang yang tidak bersalah dizhalimi. Pada saat itu, kasus kami diberi nama sebagai ‘Kasus Wadi Mujib’. Singkatnya, kasus kami adalah suatu operasi syahid melawan para turis Yahudi yang datang ke Yordania, yang dilakukan pada ulang tahun pertama pembantaian yang dilakukan di Masjid Ibrahimi tanggal 24 Februari 1995, namun operasi gagal, dan saya dijatuhi hukuman mati, kemudian dikurangi menjadi hukuman penjara seumur hidup dengan kerja paksa.
Pemikiran saya pada saat itu lebih dekat kepada Salafi jihadi, karena itu terdapat perbedaan yang sangat jauh dalam pemikiran antara saya dan Hizbut Tahrir. Saya mengakui bahwa saya belum matang secara intelektual pada saat itu. Saya tidak peduli tentang pemikiran (fikr) atau mengetahui apa artinya. Kami tidak tahu terminologi yang kami dengar dari Syabab Hizbut Tahrir dan tidak mau memperhatikannya karena kami sangat meremehkan /mengolok-olok arti kata pemikiran (fikr). Ketika kami melihat Abu Yasin dan para pengikutnya pindah dari satu ruangan ke ruangan untuk menunaikan kewajiban kepada salah seorang dari mereka. Salah seorang teman kami berkata sinis : “Ini adalah pemimpin mereka yang megajarkan tentang pemikiran kepada mereka”. Kami pun menertawakan mereka dan dengan naif.
Di saat kami sibuk dengan masalah-masalah internal kami dan mencari berita tentang amnesti umum yang kami dengar dari waktu ke waktu, sambil berharap untuk keluar dari penjara, para Syabab Hizbut Tahrir sibuk menyerap ilmu dari Abu Yasin. Mereka, seperti yang dijelaskan oleh penulis Abdullah Abu Rumman ketika dia dipenjara karena isu roti, “mereka menulis sebuah buku setiap minggu.” Realitas mereka juga digambarkan oleh Profesor Hamza al – Aneed, pada saat dikunjungi keluarganya. Dia berkata kepada keluarganya:  bahwa bersama kami ada Abu Yasin, yang selalu memberi  kajian secara berkelanjutan. Karena itu berita tentang amnesti umum tidak menyibukan mereka (para syabab). Mereka meyakini bahwa penjara adalah qadaa’ dari Allah.  Jarang sekali ada permasalahan internal di antara mereka. Sheikh Atha telah membuat mereka sibuk dengan kajian dan menulis. Beliau mengajar mereka bahasa arab dan ushul fiqih. Ketika kami pergi berolah raga banyak dari mereka yang pergi ke perpustakaan penjara untuk membenamkan waktu mereka mempelajari kitab-kitab tafsir  dan meminjam buku karena mereka igin menjalankan tugas kewajiban yang ditugaskan kepada mereka (oleh Abu Yasin).
Memoar Penjara dan  Penghormatan Persahabatan (2)
Kadang-kadang kami terkena konflik, sebagai akibat dari perkelahian dengan pihak administrasi penjara yang sebenarnya tidak perlu. Hal ini biasanya terjadi karena saudara-saudara Salafi Jihadi (negara menyebut kasus mereka sebagai kasus baiat kepada imam). Mereka menganggap para polisi adalah kumpulan thaghut, sehingga wajar terjadi permusuhan, yang membuat hidup kami selalu dalam keadaan konflik di dalam penjara, dikarenakan bentrokan diantara orang-orang seperti ini dan para penjaga tahanan dan polisi.
Kemudian, administrasi penjara berusaha menekan kami dengan melemparkan gas air mata untuk memecah belah kami. Mereka memutuskan untuk membagi kami ke dalam kamar-kamar kecil, yang tersebar di dua lantai, sehingga dapat mengurangi banyak masalah. Situasi saat itu adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh penulis dan wartawan Abdullah Abu Rumman dalam sebuah artikel yang ditulisnya ketika dia dibebaskan dari penjara dengan judul, “Pemimpin di Penjara ” (Wa fi al- sujuun ‘umara’) .
Karena saya bertanggung jawab sebagai pimpinan para tahanan, saya melayani sekelompok tahanan dari gerakan-gerakan yang berbeda : orang-orang Yordania Afghanistan, orang-orang dari gerakan yang berbeda, dan dari Hizbut Tahrir, karena sebagian dari mereka berada di sel saya, di antaranya adalah Tariq al – Ahmar, serta insinyur Laith Shubeilat. Abu Musab al-Zarqawi juga seorang pemimpin dari sebuah kelompok. Walid Hijazi adalah pemimpin Syabab Hizbut Tahrir di dalam sel termasuk Abu Yasin, karena Abu Yasin menolak untuk menjadi pemimpin. Malah dia sering berusaha untuk menjadikan Syabab sebagai pemimpin, dan membimbing mereka pada beberapa perkara.
Pada saat Sholat Jumat, kami biasa shalat di kamar. Berkali-kali kami mendengar khutbah Jumat dari Sheikh Ata dan kadang-kadang dari Abu Muhammad al- Maqdisi. Ini terjadi sebelum kami dibagi ke dalam kamar-kamar kecil. Khotbah Abu Yasin  sangat memukau sehingga mempengaruhi sebagian kelompok salafi.  Kemudian para pemimpin kelompok salafi menyadari hal ini, sehingga mereka membuat masalah untuk memisahkan kelompoknya dari syaikh Atha. Inilah yang sebenarnya terjadi.
Abu Yasin kerap memberikan pelajaran secara rutin di kamar kami mengenai ushul fiqh yang biasa dihadiri sebagian Syabab di dalam ruangan. Pelajaran rutin lainnya diberikan oleh Saudara Shabeita, juga dari Hizbut Tahrir, mengenai bahasa Arab. Namun sayangnya kami tidak menaruh perhatian besar terhadap pelajaran ini.
Abu Yasin selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk berdiskusi dengan orang-orang lain di kamar yang berbeda, baik pada saat ada yag sakit atau pada situasi berkabung. Beliau tidak pernah  putus asa. Dia biasa menasehati teman-temannya dengan Wasiat Rasulullah SAW sahabat-sahabatnya,
«صلْ من قطعك، واعفُ عمّن ظلمك»
“Sambungkanlah hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu dan maafkanlah  orang yang menzalimimu”.
Dia biasa mengabaikan pelecehan yang dilakukan terhadap dirinya oleh orang-orang lain dari gerakan-gerakan lain dan tidak meresponnya kecuali dengan kebaikan.
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.(QS Fussilat : 34 )
Saat itu kami biasa mengejek para Syabab Hizbut Tahrir itu namun pada saat yang sama kami juga biasa mencintai mereka. Sebagian dari kami biasa menggoda mereka dengan mengatakan, “Kamu Syabab Hizbut Tahrir, ketika kamu pergi untuk minum kopi kamu meminta kepada pelayan untuk membawakan anda satu cangkir teh dan membawakan juga dua orang untuk berdiskusi.” Saya melihat Abu Yasin menertawakan gurauan ini, yang disampaikan oleh teman saya Idul Jahaleen (dari kasus orang ‘Afghan Yordania’), yang telah kehilangan kedua kakinya dalam usaha meledakkan bioskop – semoga Allah memberinya kesehatan. Dr. Ali al – Faqir, yang biasa duduk dalam lingkaran pengajian Abu Yasin dan belajar Usul, akan mengatakan kepada kami untuk bersikap adil, ketika kami hanya berdua: saudaraku, jika ada orang yang layak dihormati, maka itu adalah Abu Yasin. (Hal ini termasuk ke dalam pengakuan jujur tentang seseorang).
Setelah dua tahun di penjara, gambaran mulai jelas bagi saya sedikit demi sedikit. Saya bisa melihat hal-hal secara obyektif. Saya terutama melihat bertambahnya masalah-masalah internal hanya karena alasan-alasan sepele, suatu hal yang membuat saya membuang-buang waktu saja. Saya kemudian menulis permintaan kepada administrasi penjara untuk mengirimkan saya ke lantai dua, ruangan tempat para Syabab Hizbut Tahrir itu. Permohonan saya disetujui, namun dibatalkan beberapa jam kemudian! Jadi saya tinggal di sana hanya semalam, kemudian kembali ke ruangan asal saya. Duh, sungguh kebahagiaan yang belum terlaksana.
Dari waktu ke waktu, kami mengucapkan selamat tinggal kepada Syabab yang dibebaskan, dan menjadi kebiasaan untuk merayakan saat pembebasan mereka. Bersama dengan sipir penjara, saya mengorganisir malam pelepasan sebagian dari mereka, saya ikut tidur di kamar-kamar mereka, untuk mempersembahakan bebrapa nyanyian/nasyid untuk merayakan pembebasan mereka.
Kemudian datanglah hari ketika Allah SWT memberikan kehormatan kepada saya untuk berjumpa dengan Amir Hizbut Tahrir dan Syababnya dalam satu sel, ketika kami dipindahkan ke Penjara Salt (di utara – barat Jordan) yang dibagi-bagi ke dalam sel-sel yang tidak tersinari matahari. Di dalam sel itu terdapat tempat tidur yang terbuat dari dua lantai beton dan setiap sel memiliki empat tingkat, yakni delapan tahanan dalam sebuah ruangan.
Jika dibandingkan dengan Penjara Sawaqa, Penjara Salt merupakan ujian yang lebih berat. Suasanaya pun berubah, tempatnya sangat sempit, kelembabannya berlipat dan permasalahan-pun meningkat. Tidak berlebihan jika saya katakan bahwa saya adalah orang yang paling banyak mendapatkan manfaat karena perpindahan ini, meskipun semua orang tahu bahwa mereka membawa saya dengan jarak dua kali lipat jauhnya dari keluarga saya, karena saya berasal kota Karak. Dengan karunia Allah, berubahlah kesulitan di penjara ini menjadi kenikmatan tersendiri.
Memoar Penjara dan Indahnya Persahabatan (3)
Setiap penjara memiliki suasana yang berbeda. Meskipun kurangnya pelayanan dan sel-sel kecil di Penjara Salt, kami mulai terbiasa dengan tempat itu. Penjara bukanlah hanya tembok. Terkadang seseorang bisa mengubah kesulitan di penjara menjadi nikmat, karena kehendaknya sendiri, meskipun terdapat banyak rintangan.
Pada saat itu Abu Yasin hendak mengucapkan selamat tinggal pada sebagian besar Syabab Hizbut Tahrir di penjara itu. Tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali hanya sedikit, yang semuanya akan segera bebas karena hukuman mereka berakhir. Saya ingat mereka adalah Walid Hijazi, Suhaib Ja’ara, dan Abdul al- Rahim Abu ‘ Alba. Ini adalah apa yang terjadi; dalam beberapa minggu mereka akan berada di luar tembok penjara, menghirup udara kebebasan.
Tak seorang pun dari Syabab yang tersisa di ruangan kecuali Abu Yasin. Betapa menyakitkan dan menyedihkan ketika seseorang ditinggal seorang diri terisolasi, tanpa seorang teman di dalam ruangan. Terhadapnya saya mengulang-ulang syair yang berbunyi:
Orang-orang yang aku cintai telah pergi & Aku tersisa menyendiri seperti sebilah pedang
Di sini saya memutuskan untuk pindah ke kamarnya, terutama karena sekarang hal ini sudah menjadi lebih mudah.
Saya juga teringat akan perkataan seorang penyair :
Jika angin-anginmu telah berhembus, maka manfaatkanlah & karena bagi setiap kegaduhan pasti ada ketenangan
Ada banyak alasan atas keputusan saya ini, di antarannya:  suasana kedamaian di dalam ruangan Abu Yasin; melayani seorang pria yang sudah beruban. Maka Dia memang layak untuk dilayani -Karena di antara wujud menganggungkan Allah adalah menghormati seorang Muslim yang telah tua dan mengormati Ahli Al-Qur’an -, keluasan hati yang menjadi ciri khas Abu Yasin. Suatu hari saya melihat ada seorang pemuda yang banyak berbuat buruk kepadanya, namun dia tidak memperdulikannya.
Setelah pindah ke selnya, saya mulai memperhatikan pria itu dari dekat, bagaimana cara dia makan, bagaimana cara dia minum, bagaimana cara dia melakukan wudhu, bagaimana cara dia beribadah, dan bagaimana cara dia berurusan dengan orang-orang. Saya melihat Islam terwujud dalam kenyataan di dalam sel itu. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya.
Abu Yasin adalah orang yang dihormati semua orang. Dia selalu menyambut anda dengan senyum. Ketika dia berwudhu dia tidak menyia-nyiakan air, dia akan menutup keran beberapa kali selama wudhu’ saat dia bergerak dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Saya akan bertanya kepadanya, “Abu Yasin, apakah anda khawatir air di penjara akan habis?” “Air ini adalah milik umum”, dia akan menjawab, “air harus dilestarikan dan jangan di sia-siakan.”
Dia biasa menyambut semua orang dengan salam, namun beberapa tahanan dari gerakan-gerakan lain tidak akan membalas salamnya, suatu hal yang membuatnya sedih. Dia akan berkata kepada saya, “Bagaimana mentalitas seperti itu ditangani ketika negara Islam berdiri? “Dia diam sebentar dan kemudian berkata, “Tidak ada solusi untuk hal ini, setelah pembentukan Khilafah, kecuali bahwa mereka ditempatkan di perbatasan untuk berperang melawan musuh.”
Hanya ada satu televisi di penjara, untuk semua orang. Televisi itu selalu berada di ruang makan. Abu Yasin pergi ke sana hanya untuk menonton berita pukul delapan dan kemudian akan kembali ke selnya.
Suatu hari salah seorang tahanan lain, dari keluarga Tahhan, yang bukan dari Syabab Hizbut Tahrir (dia dipenjara karena membawa senjata) berkata kepada saya, “Saudaraku, anda tidak tahu betapa saya menghormati orang ini (Ata). Saya telah melihatnya lebih dari sekali menangis setelah mendengarkan buletin berita, terutama ketika dia mendengar berita yang menyakitkan dari Aljazair dan pembunuhan yang terjadi di sana.”
Karena saya berasal dari klan Amr yang terkenal dari kota Karak, sebagian panglima militer yang berasal dari selatan berupaya mendekati saya; kami biasa pergi ke halaman untuk beristirahat di belakang penjara. Kadang-kadang sipir penjara pun keluar bersama kami.
Suatu hari, seorang panglima militer dari klan al- Shabtat al – Tufayla mengatakan kepada saya bahwa dia telah menghabiskan masa pengabdiannya pada Dinas Keamanan Preventif, sebelum dipindahkan ke penjara itu. Setelah mulai keakraban dan persahabatan tumbuh diantara kami, dia berkata kepada saya, “Salim, menurut pendapat anda, siapa yang paling berbahaya bagi rezim Yordania dari orang-orang yang ada di sini? “Jawaban saya singkat: kelompok  ‘kesetiaan kepada  Imam’ (yaitu ‘Salafi Jihadi’) lalu ‘Peledak Ajloun’. Dia sedikit tertawa dan kemudian berkata, “Semua orang itu tidak bisa melemahkan kami. “Kemudian dia berkata, ” Apakah anda melihat bahwa orang itu (Abu Yasin) berjalan di sana sendirian, tidak ada seorangpun di antara kamu yang memperhatikannya.” “Ya,” jawab saya . “Dia adalah yang paling berbahaya dari anda bagi rezim Yordania.”
Saya kemudian menyadari bahwa kenyataan ini tidak seperti yang terlihat. Sebagian Petinggi militer sering datang dengan diam-diam ke sel itu untuk duduk bersama Abu Yasin, ketika mereka yakin tidak ada penjaga keamanan penjara.  Saya kemudian menyadari bahwa nushroh (adanya perlindungan/pertolongan dari para pemegang kekuasaan) itu adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Saya juga  yakin bahwa banyak dari keluarga Fir’aun yang menyembunyikan keimanan mereka (maksudnya banyak orang yang berada di lingkungan rejim pemerintah yang tidak mendukung rejim itu, dan siap memberikan dukungannya kepada para pengemban dakwah)
Dahulu saya dulu tidak mampu membedakan antara Mubtada (subjek) dengan Khabar (predikat) dalam ilmu nahwu. Suatu hari, Abu Yasin berkata kepada saya, “Mengapa anda tidak memanfaatkan waktu anda dan belajar bahasa Arab? ” Saya menjawab, “Ini adalah pelajaran yang sulit yang saya tidak mengerti, lupakan saja”. Maka Abu Yasin berkata : “Yang harus anda lakukan adalah membawa mushaf al- Quran, buku catatan, dan pena, kemudian serahkan sisanya kepada saya. Anda akan belajar itu, Insya Allah”. Saya-pun menentangnya, bahwa dia akan membuang-buang waktu di tempat yang salah. Namun, dia bersikeras untuk mengajariku bahasa Arab. Mengapa tidak, ini adalah bahasa Al-Qur’an dan kunci untuk memahaminya dan menggali hukum-hukumnya.
Pada akhirnya, saya meyakinkan sebagian narapidana lain untuk belajar bahasa Arab, dan kami mulai pada metode lama sekolah Qur’an (katatib). Kami mulai membedakan antara Kalimah Isim, Kalimah Fi’il, dan Harf, dan bahwa Jumlah  itu adalah suatu ungkapan yang berfaidah dan bermakna (Kalaamun Mufiidun Dzuu Ma’nan) . Sebagian besar contoh yang dia gunakan adalah dari Al-Qur’an, demikian juga tugas-tugas yang dia berikan kepada kami. Pada akhirnya, setelah beberapa minggu kami menjalani tes yang saya tidak pernah bermimpi pernah mampu menyelesaikannya di masa lalu – Yakni menyelesaikan i’rab Surat al – Anfal (mengurai kata dan kalimat) secara sempurna, dan saya bisa melakukannya. Semoga Allah membalasnya dengan pahala yang terbaik atas pelajaran yang diajarkannya! (diterjemahkan riza/yasin, sumber: alwaie bahasa arab edisi 324)

Senin, 27 Januari 2014

Bustam

Situs dan Cara Download Film Gratis, Terbaru dan Mudah IN INTERNET - ON MINGGU, OKTOBER 20, 2013 - 1 COMMENT Situs dan Cara Download Film Gratis, Terbaru dan Mudah - Nonton film di bioskop mahal, ga punya cewe atau cowo. Ya udah, mending nonton bioskop dirumah aja, sama temen sama keluarga, pasti tidak kalah menyenangkan. Lalu bagaimana cara dapatin filmnya, apalagi yang terbaru? Tenang aja, semua sudah komplit Sob di internet. Untuk bisa nonton film terbaru, lama kita tidak perlu ke tetangga sebelah sob, hehehe. Tinggal download aja, nanti saya jelasin caranya disini cara download film gratis dan mudah, serta daftar situs download film. Karena di internet semuanya sudah hampir komplit, jadi tidak usah bingung. Untuk download film atau movies, lihat saja di situs download film yang bisa di download. Saya akan jelaskan cara download film dan daftar situs download film lengkap sampai proses bisa di putar di DVD Player. Silahkan bookmark halaman ini, pencet Ctrl+D, biar tidak usah nyari lagi. Cara Download Film 1. Situs Download Film Berikut ini adalah daftar situs download film yang bisa Sobat download. Tinggal cari aja film yang ingin di tonton. Siapin saja kuota yang gede kalau pake paketan internet, dan juga koneksi yang kenceng. Karena biasanya file film itu besar ukurannya. Berikut ini listnya: http://indofiles.net/ http://www.downloadfilem.com/ http://www.m2cinema.com/ http://urgrove.com/ http://www.fdmovie.com/ http://www.demuvia.com/ http://www.sidofi.com/ http://premiercinema.net/ http://www.downloadfilmbaru.com/ http://www.movie76.com/ http://www.i-movies4all.com/ blue;">http://www.nurcellmovies.info/ http://zumvo.com/ http://indomovi.com/ Semuanya lengkap, mulai dari film luar negeri sampai film indonesia. Sobat tinggal pilih mana situs download film yang enak buat download. Cara download film itu mudah, tapi biasanya ada yang harus login dulu. 2. Menggabungkan File Biasanya file film itu terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu part1, part2, dst. Nahh, untuk bisa memutarnya sobat harus menggabungkan file-file tersebut menjadi satu. Saya sudah pernah menjelaskan tentang cara menggabungkan file film tersebut. Coba lihat Cara Menggabungkan File Film Dengan HJSplit untuk melihat caranya, klik langsung aja tulisannya. 3. Subtitle Subtitle itu artinya teks terjemahan. Biasanya di halaman download film ada tulisan subtitle, nahh sobat download juga tuh subtitlenya. Jadi biar ada teksnya, pilih yang bahasa indonesia ya! Dan untuk cara memasukannya ke dalam file, silahkan sobat lihat artikel Download Subtitle dan Cara Memasukannya ke Film. 4. Putar di CD/DVD Player Ada film yang bisa langsung di putar di CD/DVD Player dan ada yang tidak. Coba lihat format filenya, kalo yang bisa diputar ekstensinya .avi, .mpg, .vob, .mpeg. Tapi yang paling bagus adalah yang .avi, biasanya gambarnya lebih jelas. Ekstensi itu format file yang tercantum pada nama file paling belakang. Tapi jika film yang sobat doenload tidak dapat di putar di Player, maka sobat harus merubah file ekstensinya ke format yang mendukung, yaitu .avi, .mpeg atau .vob. Untuk caranya juga sudah saya jelaskan di blog ini. Coba sobat lihat Cara Mengubah File MP3 dan File Video. Memang agak sedikit panjang Sobat, tapi paling lama proses downloadnya. Kalau yang lainnya cepet, tapi kalau speed internetnya cepet, ya semuanya cepet. Oke, itulah tadi tutorial Cara Download Film Gratis, Terbaru dan Mudah beserta situs download film sampai proses pemutarannya. Semoga bermanfaat,...

Selasa, 21 Januari 2014

Keniscayaan khilafah

Keniscayaan Khilafah January 3rd, 2014 by solihan Revolusi Industri di Eropa Barat sekitar dua abad lalu melahirkan kompetisi antaradidaya Eropa seperti Prancis, Inggris, Spanyol, Belanda, Belgia, Italia dan Jerman. Namun, meski terjadi persaingan di antara mereka, mereka bersatu menghadapi umat Islam dan Khilafah Utsmaniyah di Turki. Sepanjang abad 19, kekuatan Eropa terus berupaya melemahkan umat Islam baik secara intelektual maupun politik. Mereka mendirikan banyak sekolah misionaris di wilayah Khilafah, rumah sakit dan universitas. Mereka juga membentuk organisasi rahasia yang mempromosikan nasionalisme Arab dan Turki untuk memisahkan Arab dari Turki; memprovokasi Turki untuk melepaskan wilayah Arab sebagai beban nasionalisme Turki. Di penghujung abad 19, baik bangsa  Turki maupun bangsa Arab sama-sama antusias mengusung nasionalisme ini. Saat itu Khilafah Utsmaniyah dalam keadaan lemah. Khilafah gagal dalam mengantisipasi manuver Eropa dengan invasi intelektualnya. Para ulama pun lengah dalam melawan arus sekularisme Eropa. Akibatnya, Inggris dengan leluasa memprovokasi gerakan separatisme Arab untuk memberontak terhadap otoritas Turki, seperti Revolusi Arab yang dipimpin oleh perwira Inggris Lawrence of Arabia selama Perang Dunia I. Pada saat yang sama, kaum nasionalis Turki terus mendesakan agendanya di wilayah Arab yang membuat Arab semakin marah. Dari sisi intelektual, Inggris menjadikan Mesir sebagai pusat penyebaran konsep filsafat sekular dan konsep politik Barat, termasuk fatwa yang dibuat oleh Muhammad Abduh. Di sisi lain, kalangan misionaris di Beirut Lebanon juga aktif menyebarkan agenda sekularisasi. Semua ini berakhir dengan kejatuhan Khilafah Utsmani di Turki oleh Mustafa Kemal, seorang perwira pasukan Utsmani yang juga berlaku sebagai agen Inggris. Di tangan Mustafa Kamal, turki berubah dari Khilafah menjadi Negara Turki bercorak sekular-nasionalis. Kolonialisme Pasca Khilafah Runtuh Setelah Khilafah Ustmani runtuh, Inggris dan Prancis bersaing untuk merealisasikan impiannya, yaitu menyiapkan semua bentuk rencana untuk memastikan bahwa Negara Khilafah tidak akan pernah bisa bangkit lagi. Rencana itu didasarkan pada prinsip devide et impera dengan menjalankan Perjanjian Sykes-Picot. Melalui perjanjian ini, bekas wilayah Kekhilafahan Ustmaniyah dipecah menjadi beberapa negeri mini yang tapal batasnya ditentukan oleh kekuatan kolonial. Islam pun dikeluarkan dari kebijakan publik. Mereka kemudian mempercepat sosialisasi dan penerapan ideologi sekular lengkap dengan gaya hidupnya. Situasi ini dirangkum oleh Dr David Fromkin, seorang profesor dan ahli sejarah ekonomi dari Universitas Chicago, “Kekayaan Khilafah Ottoman menjadi harta rampasan perang. Namun perlu diingat, bahwa Islam selama berabad-abad berusaha menguasai Kristen Eropa. Maka dari itu, tidak aneh ketika nasib berbalik, Eropa ingin memastikan tidak akan ada lagi ancaman bagi dirinya. Dengan pengalaman merkantilis, Inggris dan Prancis membentuk negeri-negeri kecil yang tidak stabil, yang penguasanya memiliki ketergantungan supaya tetap bisa berkuasa. Negeri-negeri ini dikendalikan pembangunannya dan perdagangannya sehingga tidak akan pernah mampu menandingi Eropa.” Bermunculanlah negeri-negeri kecil bercorak republik, emirat, kerajaan, nasionalis, revolusioner, atau marxis. Masing-masing memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu dipimpin oleh para tiran yang didukung oleh rezim Barat. Inggris pun membentuk Negara Israel di Palestina yang menjadi ujung tombak untuk mempertahankan kepentingan Barat dalam menghadapi segala kemungkinan akan bangkitnya kembali Negara Khilafah. Reaksi Umat Islam Meskipun umat islam telah dikalahkan dan Khilafah dihancurkan, cahaya iman keislaman sebagai ideologi masih belum padam dari jantung dan pikiran sebagian mereka yang ikhlas. Ulama dan pemikir berusaha membangkitkan umat melalui dakwah, membangun gerakan untuk meredam arus pembusukan umat serta mengembalikan kemuliannya dengan menerapkan Islam sebagai pandangan hidupnya. Sepanjang tahun 50-an, 60-an dan 70-an, mayoritas gerakan Islam berjuang tanpa kekerasan dan berhasil mempengaruhi masyarakat untuk mengendalikan hidupnya dengan Islam. Namun, penindasan brutal oleh berbagai pemerintah menciptakan atmosfir kekerasan di Dunia Islam. Ini membuat sebagian gerakan islam mempromosikan militansi sebagai balasan terhadap penindasan dan juga menggunakan jalan kekerasan untuk mengambil-alih kekuasaan. Dalam kondisi seperti ini, gerakan al- Jihad muncul di Mesir. Mayoritas anggotanya ditahan dan disiksa di penjara. Pada saat bersamaan, pada tahun 80-an perang jihad berkobar di Afganistan melawan kekuatan Komunisme Soviet. Kekalahan Soviet mengirim pesan bahwa Islam adalah alat yang efektif untuk mengembalikan wibawa umat dan membebaskan umat dari pendudukan kekuatan asing. Kemudian, kudeta militer terhadap partai Islam FIS di Aljazair yang memenangkan Pemilu secara sah, membuat banyak pemuda Muslim percaya bahwa jihad adalah jalan keluar untuk kembalinya Islam, bukan dengan pemilu. Ilusi Neo-liberal dan Gejolak Arab Musim Semi Menurut David Mason dalam bukunya, Akhir Abad Amerika, “Amerika tidak lagi berada dalam puncak kepemimpinan setelah menikmati puncak keemasan selama 50 tahun terakhir. Kini negeri ini telah bangkrut. Kita tidak lagi memimpin dalam politik, ekonomi dan sosial. Kita tidak lagi dikagumi orang dan tidak menjadi panutan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan politik seperti dulu. Jadi ini adalah pergeseran global baik bagi AS dan dunia.” Setelah keruntuhan Uni Soviet, kekuatan Barat membutuhkan Islam sebagai musuh baru  dan musuh eksternal untuk menggalang orang-orang Barat mecetuskan Perang Salib baru. Umat Islam dalam keadaan lemah sehingga mudah dituduh dan dilabeli teroris. Serangan 9/11  direncanakan dan dilaksanakan oleh CIA untuk menjustifikasi agresi Amerika untuk mencapai hegemoni global dengan alasan perang melawan terorisme. Sikap ini digunakan untuk menyerang dan menduduki Afganistan dan Irak. Ketika kebohongan tuduhan tentang senjata pemusnah massal Irak terungkap, pemerintah Amerika berubah haluan dengan menyatakan bahwa tujuan dari perang di Irak adalah untuk mempromosikan demokrasi, bukan untuk mencari senjata pemusnah massal. Inilah bukti petualangan militer oleh Amerika yang seharusnya bisa menyadarkan umat Islam di seluruh dunia. Pemerintah Amerika terus merancang  berbagai pernyataan dan kebijakan untuk memenangkan pertarungan merebut hati dan simpati umat Islam. Namun, di balik itu semua kebohongan justru terungkap dari Amerika itu sendiri. Peristiwa Gejolak Arab pada musim semi lalu atau Arab Spring telah mengungkap realita kebijakan Barat yang sarat dengan kolonialisme. Dewan Keamanan PBB telah mengutuk penggunaan senjata kimia oleh agen Amerika Bashar Assad di Suriah dalam serangan pada 21 Agustus 2013, yang mengakibatkan kematian mengerikan dari 1429 korban, termasuk 426 anak-anak . Namun, DK PBB menutup telinga dan mata terhadap 125.000 korban tewas akibat praktik bumi hangus yang dilakukan oleh pasukan Assad di seluruh Suriah. Sungguh logika yang menggelikan untuk tidak membunuh orang dengan senjata kimia, namun pembantaian dibolehkan selama menggunakan senjata konvensional  seperti bom, artileri, rudal, tank, pesawat militer  dan pembunuhan biadab akibat penyiksaan di ruang bawah tanah pasukan rezim Suriah. Di Mesir, dunia pun telah menjadi saksi bahwa demokrasi adalah kebohongan ketika Amerika mendukung kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Sissi. Keniscayaan Khilafah Hari ini umat Islam menolak model sekular Barat dan menyadari untuk kembali ke Islam. Berbagai survey dari tahun ke tahun, termasuk yang dilakukan oleh Pew Forum, menunjukan prosentase yang besar dari umat Islam di banyak negara bahwa mereka menginginkan syariah menjadi hukum resmi negara. Secara intelektual umat telah menyatakan komitmen yang kuat untuk menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Mereka pun rela berkorban dalam upaya untuk kembali ke Islam. Di Asia Tengah, kami telah menyaksikan kepahlawanan  umat Islam dalam menentang tiran. Di Rusia kami telah melihat sikap heroik yang sama. Demikian pula di Pakistan, Mesir, Tunisia, Turki, Lebanon dan sebagainya. Dunia telah mendengar panggilan keras dan jelas untuk Khilafah dari jantung kota Jakarta ke kota-kota besar di seluruh Bangladesh dan Pakistan. Di Turki seruan Khilafah terdengar  dari makam Mustafa Kemal Ataturk. Panggilan yang sama terdengar jelas di Tunisia di sebelah makam tokoh sekular, Bourguiba. Suara yang sama terdengar dari kedalaman penjara tiran di Asia Tengah dan Beirut yang merupakan benteng sekularisme di dunia Arab. Gejolak Arab telah mengilhami harapan dunia internasional untuk bisa lepas dari cengkeraman Kapitalisme, yang terkenal dengan gerakan “Occupy Wall Street” (Duduki Wall Street). Gerekan ini berhasil memobilisasi protes massa di berbagai kota besar. Bahkan sebagian dari mereka mengumandangkan slogan, “Rakyat ingin menggulingkan rezim!” Kekuasaan kolonial Barat memang bergegas melemahkan pemberontakan di Tunisia, Mesir, Yaman dan Libya dengan membajak gelombang kemarahan rakyat terhadap rezim yang korup. Namun, mereka telah gagal menghancurkan revolusi heroik di Suriah. Saya tidak mengatakan bahwa revolusi di Suriah telah menang. Namun, saya mengatakan bahwa Amerika telah memimpin kampanye teror yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap sikap berani  umat Islam di Suriah yang tak terlihat sebelumnya sejak jaman Stalin dan Hitler. Amerika telah membiarkan tiran Assad untuk menggunakan segala cara penghancuran dan pembunuhan dengan roket, artileri , pesawat militer, rudal, senjata kimia dan bahan peledak pemusnah massal. Rezim Assad memang berhasil membunuh secara membabi buta warga sipil. Namun, Amerika telah gagal mematahkan tekad umat Islam di Suriah. Sebaliknya, hari demi hari umat Islam di Suriah terus menyerukan untuk pembentukan Negara Khilafah Islam. Situasi internasional sekarang lebih baik dari sebelumnya dan siap untuk menyongsong fajar baru Negara Khilafah, sebagaimana yang  diramalkan oleh Nabi Muhammad saw. dalam sabdanya, “…Kemudian akan datang kembali Khilafah Rasyidah menurut cara kenabian itu.” (HR Ahmad). Saya berdoa panjang dan keras bahwa kita, umat saat ini, akan segera menyadari cahaya Negara Khilafah yang akan membebaskan kita dari belenggu rezim buatan manusia, yang memungkinkan kita sekali lagi untuk bernapas dengan tenang dan damai. [Osman Bakhach; Direktur Kantor Penerangan Pusat Hizbut Tahrir] Baca juga : Pembebasan Utsadz Sa’ad Jeghranvi Akhir Pemerintah Thagut dan Tegaknya Daulah al-Khilafah Merupakan Keniscayaan Manusia Perlu Pemerintahan, Umat perlu Khilafah, itu Keniscayaan Keniscayaan Berdirinya Khilafah dan Tantangan-tantangannya Konferensi Internasional “Revolusi Ummat: Rencana-Rencana Aborsi dan Keniscayaan Proyek Islami” Hizbut Tahrir Serukan Ganti Rezim Pengkhianat Dengan Khilafah Islam Pada Konferensi Media Global Di Beirut Posted in Afkar, Seputar Khilafah | No comments Previous post: Jamal D Harwood: Kapitalisme Melahirkan Masyarakat Sakit Next post: Peran Intelektual Muslim Membangun Peradaban Islam Leave a comment Name (required) Mail (required, but not published) Website Comment HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia: Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390 Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id

Perayaan natal dlm negara kholafah

Perayaan Natal Dalam Negara Khilafah December 24th, 2013 by kafi Oleh: Hafidz Abdurrahman Negara Khilafah, meski dibangun berdasarkan akidah Islam, dan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, tetapi Negara Khilafah tetap memberikan toleransi dan kebebasan kepada umat non-Islam untuk memeluk, dan menjalankan agamanya. Mereka dibiarkan memeluk keyakinannya, dan tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam. Jaminan ini ditegaskan dalam Alquran, “La ikraha fi ad-din” (Tidak ada paksaan dalam memeluk [agama] Islam) (Q. al-Baqarah [02]: 256). Nabi SAW juga bersabda, “Man kana ‘ala Yahudiyyatihi au Nashraniyyatihi fainnahu la yuftannu” (Siapa saja yang tetap dengan keyahudiannya, atau kenasraniannya, maka tidak akan dihasut [untuk meninggalkan agamanya]). Begitulah Islam menjaga dan melindungi penganut agama non-Islam yang hidup dalam naungan Negara Khilafah. Mereka mendapatkan perlindungan itu, karena dzimmah yang diberikan oleh negara kepada mereka. Hak Beragama Perlu dicatat, Ahli Dzimmah adalah orang non-Muslim yang tunduk di bawah sistem Islam, dengan tetap memeluk agamanya. Mereka berkewajiban untuk membayar jizyah, dan tunduk kepada sistem Islam. Sebagai imbalannya, mereka diberi hak untuk hidup di dalam naungan khilafah, dengan tetap memeluk agama mereka, serta bebas menjalankan ibadah, makan, minum, berpakaian, nikah dan talak menurut agama mereka. Hanya saja, karena mereka hidup di bawah naungan khilafah, yaitu negara yang berdasarkan akidah Islam, serta menjalankan syariat Islam, maka tentu tidak mungkin agama lain selain Islam lebih menonjol, atau setidaknya sama dengan Islam. Baik dalam hal syiar, simbol maupun atribut yang tampak di permukaan. Karena Nabi SAW  menegaskan, “al-Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi” (Islam itu tinggi, dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam). Karena itu, di zaman Khilafah Islam, orang-orang non-Muslim yang hidup di dalam wilayah Negara Khilafah menyadari betul posisi dan kedudukan mereka. Ketika mereka hendak mengajukan dzimmah kepada khilafah, mereka membuat proposal yang membuat khalifah berkenan menerima dzimmah mereka. Maka wajar, jika kemudian dalam proposal mereka, misalnya menyatakan tidak akan mengajak atau memengaruhi orang Islam untuk mengikuti agama mereka. Termasuk tidak akan mendirikan gereja, atau kalau ada yang rusak, tidak akan direnovasi. Mereka tidak akan membunyikan lonceng gereja, memakai atribut agama mereka di depan kaum Muslim, dan banyak lagi yang lain. Begitulah di antara klausul proposal yang mereka ajukan kepada khalifah, agar bisa mendapatkan dzimmah dari Negara Khilafah. Karena kesadaran itulah, maka orang-orang non-Muslim yang mendapatkan dzimmah dari Negara Khilafah itu tidak neko-neko. Karena, kalau mereka neko-neko, jaminan dzimmah itu bisa dicabut, dan mereka diusir dari wilayah khilafah, atau diperangi hingga habis. Karena itu, mereka tidak pernah menuntut lebih dari hak yang mereka ajukan kepada negara.  Mereka juga tidak akan minta ditoleransi oleh umat Islam dan negara dalam menjalankan agama mereka, lebih dari apa yang telah menjadi haknya. Merayakan Perayaan Agama Perayaan agama adalah bagian dari ritual agama, karena itu mereka pun dibiarkan untuk merayakan perayaan agama mereka. Bagi orang Kristen, yang hendak merayakan Hari Raya Paskah atau Natal, misalnya, diberi kebebasan. Hari Paskah diyakini oleh umat Kristiani sebagai hari bangkitnya Isa al-Masih. Biasanya dirayakan pada akhir Maret atau April. Bagi umat Kristiani Timur dirayakan pada awal April hingga Mei. Peristiwa bangkitnya Isa al-Masih, atau yang biasa dikenal dengan turunnya Isa al-Masih itu diyakini oleh penganut Kristiani terjadi pada tahun 27-33 M. Di Geraja Katolik, perayaan ini dilakukan selama 8 hari, juga disebut Hari ke-8 setelah perayaan gereja Octave of Easter. Hari Raya Paskah ini diawali dengan Minggu Berkabung, yang jatuh pada minggu terakhir dari 40 hari puasa. Minggu ini dimulai hari Ahad, dan berakhir pada hari Sabtu, malam Sabtu Cahaya. Hari yang dianggap paling suci dalam seminggu berkabung ini adalah hari Jum’at Berkabung, atau Jum’at Agung, yaitu Jum’at sebelum Hari Paskah. Pada hari ini dilakukan ritual sembayang tertentu, dan membaca Injil, terutama ayat-ayat tentang peristiwa penyaliban. Itu merupakan hari suci bagi umat Kristiani. Mayoritas gereja Kristen mempercayai, bahwa Isa al-Masih disalib, meninggal dunia, kemudian bangkit pada hari ketiga. Selain ritual ini, mereka juga menjalankan puasa, yang terdiri dari: Puasa Besar, yang dilakukan sebelum Hari Paskah. Puasa Kecil, yang dilakukan sebelum Natal. Selain itu, juga ada praktik puasa-puasa lain, menurut ritual dan sekte masing-masing. Puasa Besar dalam tradisi Kristen Barat dan Timur dilakukan selama 40 hari. Waktunya bisa berbeda-beda, sesuai dengan jatuhnya Hari Pasca Agung, yang ditetapkan berdasarkan perhitungan astronomi (hisab). Adapun Hari Natal, atau Christmas, yang diyakini sebagai Hari Kelahiran Isa al-Masih, merupakan sentral perayaan agama Kristen. Syiar perayaan Natal ini tampak pada pohon Natal, Malam Kelahiran, Pertemuan Keluarga, Sinterklas, dan pemberian hadiah. Mereka merayakan Tahun Baru Masehi, yaitu malam tanggal 31 Desember, yang dirayakan tiap tahun, di penghujung tahun, mengawali pergantian tahun baru. Selain perayaan-perayaan tersebut, mereka juga memperingati Kelahiran Bunda Maria, Hari Diangkatnya Salib (Isa al-Masih), sebagaimana umat Katolik meyakini Penebusan Dosa Santo dan Hari Raya Santo. Ada juga perayaan yang identik dengan Kristen, seperti Hollowen dan Valentine Day. Inilah bentuk-bentuk ritual dan perayaan dalam agama Kristen. Selama ini merupakan bagian dari agama mereka, maka semuanya ini boleh saja mereka rayakan. Ruang Perayaan Meski tidak dilarang, tetapi perayaan ini tetap diatur oleh Negara Khilafah. Selain berdasarkan klausul dzimmah mereka, juga filosofi “al-Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi” (Islam itu tinggi, dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam) tetap harus dipegang teguh. Karena itu, perayaan ini dibatasi dalam gereja, asrama dan komunitas mereka. Di ruang publik, seperti televisi, radio, internet atau jejaring sosial yang bisa diakses dengan bebas oleh masyarakat tidak boleh ditampilkan. Alasannya, karena ini bertentangan dengan akad dzimmah mereka. Selain itu, ini juga menyalahi filosofi “al-Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi” (Islam itu tinggi, dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam). Para ulama juga telah membahas larangan mengucapkan selamat kepada mereka, baik secara pribadi apalagi sebagai pejabat publik. Begitulah Islam memberikan toleransi kepada mereka. Begitulah Islam menjaga dan melindungi agama dan keyakinan mereka. Mereka tidak diusik, dan diprovokasi untuk meninggalkan agamanya. Namun, mereka juga tidak dibenarkan untuk mendemonstrasikan dan memprovokasi orang Islam agar memeluk keyakinan mereka. Begitulah cara Negara Khilafah memberi ruang kepada mereka. Wallahu a’lam.[] Baca juga : Hukum Melibatkan Diri dalam Perayaan Natal dan Perayaan Agama Lainnya Inilah Penyebab Perayaan Natal Marak di Indonesia Kebijakan Khilafah Terhadap Perayaan Keagamaan Orang-orang Kafir Perayaan Natal Sarat Misi, Perusak Aqidah Meski SBY Kepala Negara tetap Haram Rayakan Natal Posted in Headline, Seputar Khilafah | No comments Previous post: SJSN dan BPJS: Memalak Rakyat Atas Nama Jaminan Sosial Next post: Kongres Ibu Nusantara (KIN) Balikpapan Leave a comment Name (required) Mail (required, but not published) Website Comment HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia: Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390 Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id

Pemilu dlm negara khilafqh

Pemilu dalam Negara Khilafah January 2nd, 2014 by kafi pemilu di Indonesia Oleh: Hafidz Abdurrahman Negara Khilafah adalah Khalifah itu sendiri. Karena itu, kekuasaan di dalam Negara Khilafah berbeda dengan kekuasaan dalam negara-negara lain. Maka, negara Khilafah tidak mengenal pembagian kekuasaan (sparating of power), sebagaimana yang diperkenalkan oleh Montesque dalam sistem negara Demokrasi. Meski demikian, kekuasaan dalam sistem pemerintahan Islam tetap di tangan rakyat. Khalifah yang berkuasa dalam Negara Khilafah juga tidak akan bisa berkuasa, jika tidak mendapatkan mandat dari rakyat. Hanya saja, meski Khalifah memerintah karena mandat dari rakyat, yang diperoleh melalui bai’at in’iqad yang diberikan kepadanya, namun rakyat bukan majikan Khalifah. Sebaliknya, Khalifah juga buruh rakyat. Sebab, akad antara rakyat dengan Khalifah bukanlah akad ijarah, melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah. Karena itu, selama Khalifah tidak melakukan penyimpangan terhadap hukum syara’, maka dia tidak boleh diberhentikan. Bahkan, kalaupun melakukan penyimpangan, dan harus diberhentikan, maka yang berhak memberhentikan bukanlah rakyat, tetapi Mahkamah Mazalim. Karena itu, sekalipun rakyat juga mempunyai representasi, baik dalam Majelis Wilayah maupun Majelis Umat, tetapi mereka tetap tidak mempunyai hak untuk memberhentikan Khalifah. Selain itu, representasi rakyat ini juga tidak mempunyai hak legislasi, seperti dalam sistem Demokrasi, sebagaimana konsep sparating of power-nya Montesque, yang memberikan mereka kekuasaan legislasi. Karena kekuasaan dalam Islam sepenuhnya di tangan Khalifah, dan dialah satu-satunya yang mempunyai hak legislasi. Dengan begitu, representasi rakyat ini hanya mempunyai hak dalam check and balance. Pemilu Majelis Umat Meski posisi Majelis Umat bukan sebagai legislatif, tetapi mereka tetap merupakan wakil rakyat, dalam konteks syura (memberi masukan) bagi yang Muslim, dan syakwa (komplain) bagi yang non-Muslim. Karena itu, anggota Majelis Umat ini terdiri dari pria, wanita, Muslim dan non-Muslim. Sebagai wakil rakyat, maka mereka harus dipilih oleh rakyat, bukan ditunjuk atau diangkat. Mereka mencerminkan dua: Pertama, sebagai leader di dalam komunitasnya. Kedua, sebagai representasi. Sebelum dilakukan Pemilu Majelis Umat, terlebih dahulu akan diadakan Pemilu Majelis Wilayah. Majelis Wilayah ini dibentuk dengan dua tujuan: 1-       Memberikan informasi yang dibutuhkan wali (kepala daerah tingkat I) tentang fakta dan berbagai kebutuhan wilayahnya. Semuanya ini untuk membantu wali dalam menjalankan tugasnya sehingga bisa mewujudkan kehidupan yang aman, makmur dan sejahtera bagi penduduk di wilayahnya. 2-     Menyampaikan sikap, baik yang mencerminkan kerelaan atau komplain terhadap kekuasaan wali. Dengan demikian, fakta Majelis Wilayah ini adalah fakta administratif untuk membantu wali, dengan memberikan guidance kepadanya tentang fakta wilayah, kerelaan dan komplain terhadapnya. Namun, Majelis Wilayah ini tidak mempunyai kewenangan lain, sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Umat. Pemilihan Majelis Umat didahului dengan pemilihan Majelis Wilayah, yang mewakili seluruh wilayah yang berada di dalam Negara Khilafah. Mereka yang terpilih dalam Majelis Wilayah ini kemudian memilih anggota Majelis Umat di antara mereka. Dengan demikian, pemilihan Majelis Wilayah dilakukan oleh rakyat secara langsung, sedangkan Majelis Umat dipilih oleh Majelis Wilayah. Anggota Majelis Wilayah yang mendapatkan suara terbanyak akan menjadi anggata Mejelis Umat. Jika suaranya sama, maka bisa dipilih ulang. Demikian seterusnya, hingga terpilihlah jumlah anggota Majelis Umat yang dibutuhkan. Masa jabatan mereka sama dengan masa jabatan Majelis Wilayah. Karena permulaan dan akhirnya bersamaan. Khalifah bisa menetapkan, masa jabatan mereka dalam UU Pemilu, selama 5 tahun, atau lebih. Semuanya diserahkan kepada tabanni Khalifah. Tiap Muslim maupun non-Muslim, baik pria maupun wanita, yang berakal dan baligh mempunyai hal untuk dipilih dan memilih anggota Majelis Umat. Meski antara Muslim dan non-Muslim mempunyai hak yang berbeda. Bagi anggota Majelis Umat yang Muslim mempunyai hak syura dan masyura, yaitu menyatakan pandangan tentang hukum syara’, strategi, konsep dan aksi tertentu. Sementara bagi yang non-Muslim hanya mempunyai hak dalam menyatakan pendapat tentang kesalahan pelaksanaan hukum Islam terhadap mereka, tentang kezaliman dan komplain. Tidak lebih dari itu. Pemilihan Khalifah Dalam kondisi terjadinya kekosongan kekuasaan, dimana Khalifah meninggal dunia, diberhentikan oleh Mahkamah Mazalim atau dinyatakan batal kekuasaannya, karena murtad atau yang lain, maka nama-nama calon Khalifah yang telah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim, dan dinyatakan layak, karena memenuhi syarat: Laki-laki, Muslim, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu, diserahkan kepada Majelis Umat. Majelis Umat segera menentukan dari sejumlah nama tersebut untuk ditetapkan sebagai calon Khalifah. Bisa berjumlah enam, sebagaimana yang ditetapkan pada zaman ‘Umar, atau dua, sebagaimana pada zaman Abu Bakar. Keputusan Majelis Umat dalam pembatasan calon Khalifah ini bersifat mengikat, sehingga tidak boleh lagi ada penambahan calon lain, selain calon yang ditetapkan oleh Majelis Umat ini. Baik Mahkamah Mazalim maupun Majelis Umat, dalam hal ini akan bekerja siang dan malam dalam rentang waktu 2 hari 3 malam. Mahkamah Mazalim dalam hal ini bertugas melakukan verifikasi calon-calon Khalifah, tentang kelayakan mereka; apakah mereka memenuhi syarat in’iqad di atas atau tidak. Setelah diverifikasi, maka mereka yang dinyatakan lolos oleh MahkamahMazalim diserahkan kepada Majelis Umat. Selanjutnya, Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk menapis mereka yang memenuhi kualifikasi. Pertama, hasil keputusan Majelis Umat akan menetapkan 6 nama calon. Kedua, dari keenam calon itu kemudian digodok lagi hingga tinggal 2 nama saja. Ini seperti yang dilakukan oleh ‘Umar dengan menetapkan 6 orang ahli syura, kemudian setelah itu mengerucut pada dua orang, yaitu ‘Ali dan ‘Utsman. Perlu dicatat, pengangkatan Khalifah ini hukumnya fardhu kifayah, sehingga tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat. Jika kemudian ditetapkan, bahwa Majelis Umat yang akan memilih dan mengangkatnya, maka kifayah ini pun terpenuhi. Jika kifayah ini dianggap terpenuhi, maka Khalifah bisa dibai’at dengan bai’at in’iqad. Setelah itu, baru seluruh rakyat wajib memba’atnya dengan bai’at tha’ah. Gambaran dan mekanisme di atas berlaku jika Khilafah sudah ada, dan Khalifah meninggal, berhenti atau dinyatakan batal. Namun, ini akan berbeda jika Khilafah belum ada, dan kaum Muslim belum mempunyai seorang Khalifah, dimana bai’at belum ada di atas pundak mereka. Khatimah Dalam kondisi sekarang, ketika Khilafah belum ada, maka solusi untuk mengangkat seorang Khalifah tentu bukan melalui Pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan Khilafah. Juga bukan metode untuk mengangkat Khalifah. Namun, ini hanyalah uslub. Bisa digunakan, dan bisa juga tidak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Islam telah menetapkan, bahwa metode baku untuk mendapatkan kekuasaan adalah thalab an-nushrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat Khalifah adalah bai’at. Meski dalam praktiknya, bisa saja dengan menggunakan uslub pemilu. Karena itu, mengerahkan seluruh potensi untuk melakukan uslub yang mubah, namun meninggalkan metode baku yang wajib, yaitu thalab an-nushrah dan bai’at, jelas tidak tepat. Meski harus dicatat, bahwa thalab an-nushrah tidak akan didapatkan begitu saja, tanpa proses dakwah dan adanya jamaah (partai politik Islam idelogis) yang mengembannya. Untuk lebih jauh, baca tulisan penulis, Tidak Ada Metode Baku dalam Meraih Kekuasaan dalam Islam?   Baca juga : Perayaan Natal Dalam Negara Khilafah Sistem Penganggaran dalam Negara Khilafah Pasal 4 UUD (ad Dustur) Negara Khilafah : Khilafah Tidak Mengadopsi Perkara Khilafiyah dalam Ibadah dan Aliran Aqidah Tertentu Akuntabilitas dalam Negara Khilafah Penyelenggaraan Ibadah Haji di Dalam Negara Khilafah Posted in Headline, Seputar Khilafah | No comments Previous post: Tahun Baru Ajang Maksiat dan Kriminalitas! Next post: Pamong Institute : Inilah Rapor Merah Parpol Peserta Pemilu Leave a comment Name (required) Mail (required, but not published) Website Comment HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia: Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390 Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id

Seputar batasan aurat

Seputar Batasan Aurat Pria dan Wanita January 3rd, 2014 by solihan Soal: Sejauh mana batasan aurat wanita di hadapan pria  dan sebaliknya; termasuk di depan mahram, dan non-mahram? Jawab: Aurat bagi wanita di hadapan lelaki asing, yang bukan mahram-nya, adalah seluruh badannya. Ini diambil dari nash al-Quran yang menyatakan: وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali yang boleh tampak dari dirinya (QS an-Nur [24]: 31). Frasa “yang boleh tampak dari dirinya” adalah wajah dan kedua telapak tangan. Inilah batasan aurat di hadapan lelaki asing (bukan mahram). Namun, aurat wanita di hadapan lelaki yang merupakan kerabatnya, atau sesama kaum wanita, adalah saw’atani (dua kemaluan depan dan belakang), atau qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang). Dalilnya adalah firman Allah SWT: وَلاَ يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلاَّلاَبَائِهِنَّ Hendaknya wanita tidak menampakkan kecantikan (perhiasan)-nya kecuali kepada suami-suami mereka atau bapak-bapak mereka (QS an-Nur [24]: 31). Kemudian Allah SWT berfirman: أَوْ نِسَائِهِنَّ …dan kepada kaum perempuan (sesama) mereka (QS an-Nur [24]: 31). Kedua nas di atas menyatakan, seolah tidak ada batasan aurat bagi wanita di hadapan kerabat dan sesama kaum wanita. Namun, ada Hadis Nabi saw. yang menyatakan: لاَيَنْظُرِالرَّجُلُإِلَى عَوْرَةِالرَّجُلِوَلاَ الْمَرْأَةُإِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ Hendaknya laki-laki tidak melihat aurat laki-laki dan perempuan tidak melihat aurat sesama perempuan (HR Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Abu Said al-Khudri). Jika hadis di atas digandengkan dengan kedua ayat di atas, maka batasan tersebut mengarah pada kedua kemaluan, depan dan belakang (saw’atani). Ini dikuatkan dengan hadis lain saat Nabi saw. mengajukan pertanyaan istinkari (untuk mengingkari) kepada pemuda yang hendak memasuki rumah ibunya tanpa izin: أَتُحِبُّأَنْ تَدْخُلَ عَلَى أُمِّكَ وَهِيَ عِرْيَانَةً Maukah kamu memasuki rumah ibumu, sementara dia dalam keadaan telanjang? (HR Abu Dawud). Pertanyaan Nabi saw. ini tidak membutuhkan jawaban ini karena jawabannya sudah jelas, “Tidak.” Ini sebenarnya bukan merupakan alasan atas kewajiban meminta izin (‘illat isti’dzan), tetapi hanya menjelaskan peristiwa (momentum) tertentu. Jika tidak maka ayat di atas bisa dijadikan dasar, bahwa tidak ada batasan aurat bagi wanita, baik di hadapan kerabat maupun sesama wanita; kecuali apa yang ditunjukkan oleh hadits, yaitu saw’atani (dua kemaluan, depan dan belakang). Karena itu aurat wanita di hadapan lelaki mahram dan sesama wanita, sebagaimana yang dinyatakan di dalam ayat-ayat di atas, tak lain adalah saw’atani. Ini merupakan qawl qadim Hizb, sebagaimana yang dinyatakan dalam Nasyrah Soal-Jawab tanggal 8/5/1970, juga Nasyrah Soal-Jawab tanggal 12/9/1973. Namun, batasan tentang aurat wanita di hadapan lelaki mahram dan sesama wanita adalah saw’atani ini ditinggalkan oleh Hizb. Dalam kitab An-Nizham al-Ijtima’i, edisi Muktamadah, cet. IV, tahun 2003, dinyatakan sebagai berikut: Boleh laki-laki melihat wanita mahram-nya, baik Muslimah maupun bukan, lebih dari wajah dan kedua telapak tangan, yaitu semua anggota badan yang merupakan tempat perhiasan (mahallu zinah), tanpa dibatasi anggota badan tertentu. Ini karena adanya nas yang menyatakan tentang itu juga karena kemutlakan nash ini. Allah SWT berfirman (yang artinya): Janganlah para wanita menampakkan perhiasannya, kecuali suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan (sesama Muslim) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan kepada perempuan, atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan (TQS an-Nur [24]: 31). Mereka semuanya itu boleh melihat perempuan mahram-nya, baik rambut, leher, tempat gelang tangan, tempat gelang kaki, tempat kalung di leher, dan anggota badan lain, yang memang layak disebut tempat hiasan. Ini karena Allah SWT. Menyatakan (yang artinya): Hendaknya mereka tidak menampakkan kecantikannya… (TQS an-Nur [24]: 31), yaitu tempat perhiasan mereka; kecuali kepada orang-orang yang telah disebutkan oleh al-Quran, mereka boleh melihat apa yang ditampakkan oleh pakaian kerja, yaitu pakaian yang dipakai saat bekerja. Penjelasan di atas membatasi aurat perempuan di hadapan mahram dan sesama wanita adalah mahallu zinah, sementara batasan saw’atani (kemaluan depan dan belakang) di atas lebih longgar, termasuk buah dada, perut, pusar, dan anggota tubuh wanita lain yang tidak lazim disebut zinah, tetapi bukan saw’atani (kemaluan depan dan belakang). Dengan demikian, mahallu zinah ini menjadi pembatas aurat wanita yang boleh dilihat oleh laki-laki mahram dan sesama wanita, sebagaimana yang ditegaskan di dalam QS an-Nur [24]: 31 di atas. Mengenai perbedaan pandangan tentang aurat, sebenarnya tidak ada masalah. Sebab, ada perbedaan yang besar terhadap sesuatu yang lebih krusial dibandingkan dengan soal aurat, namun tidak ada masalah. Perbedaan ini wajar mengingat banyaknya hadis yang menjelaskan masalah ini. Mengkompromikan berbagai hadis ini membutuhkan kemampuan berijtihad. Uraian lebih jauh tentang ragam pendapat dalam hal ini bisa dilihat dalam kitab Nayl al-Awthar yang ditulis oleh Al-Hafizh asy-Syaukani. Tentang aurat pria yang diadopsi oleh Hizb—yakni antara pusar dan lutut—telah  ditunjukkan oleh sejumlah hadis, yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib ra. yang mengatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: لاَ تُبْرِزُ فَخِذَكَ وَلاَ تَنْظُرُإِلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلاَ مَيِّتٍ Janganlah kamu menampakkan pahamu dan jangan pula kamu melihat paha orang yang masih hidup maupun telah mati (HR Abu Dawud dan Ibn Majjah). Muhammad bin Jahsy berkata, Rasulullah saw. pernah berjalan berpapasan dengan Ma’mar, sementara kedua pahanya terbuka. Lalu Nabi saw. bersabda: ياَ مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَيْنِ عَوْرَةٌ Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu karena kedua paha itu adalah aurat (HR Ahmad dan al-Bukhari). Ini membuktikan, bahwa kedua paha adalah aurat. Memang, ada beberapa hadis yang menyatakan bahwa Nabi saw. telah menyingkap kedua pahanya. Namun, hadis tersebut bertentangan dengan sejumlah hadis yang menyatakan, bahwa kedua paha adalah aurat. Semuanya ini adalah hadis sahih. Hadis-hadis ini dituturkan oleh ‘Aisyah ra.: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَمُضْطَجِعًا فِيْ بَيْتِي كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah tidur miring di rumahku, sementara kedua pahanya tersingkap (HR Muslim). Anas bin Malik ra. berkata: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَر حَسَرَ الازَارَ عَنْ فَخِذِهِ Sesungguhnya Nabi saw. pada saat Perang Khaibar telah menyingkap sarung dari pahanya (HR Ahmad dan al-Bukhari). Dengan begitu terjadi kontradiksi antara kedua hadis ini. Berbagai hadis yang menyatakan paha adalah aurat merupakan perkataan Nabi. Adapun hadis-hadis yang menyatakan bahwa Nabi saw. menyingkap pahanya merupakan perbuatan beliau. Jika perbuatan dengan perkataan Nabi saw. berbenturan, maka bisa disimpulkan, bahwa perbuatan tersebut khusus untuk Nabi saw., sementara perkataannya berlaku umum bagi umatnya. Karena itu, hadis yang menyatakan bahwa Nabi saw. menyingkap pahanya tidak bisa digunakan sebagai hujjah, karena merupakan kekhususan bagi beliau. Buktinya, Nabi saw. telah menyatakan, bahwa paha adalah aurat bagi kaum Muslim. Dengan demikian, aurat laki-laki adalah bagian tubuh dari pusar dan lutut. Adapun larangan pria melihat aurat sesama pria dan wanita melihat aurat sesama wanita adalah aurat mughalladhah (aurat besar), yaitu saw’atan (dua kemaluan: depan dan belakang), yaitu qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang); bukan aurat secara mutlak. Khusus bagi mahram, maka dalam kondisi tertentu dibolehkan melihat aurat mughalladhah, seperti saat anak memandikan jenazah ayah atau ibunya; ayah membuka pakaian anak perempuannya untuk mengajari mandi dan bersuci, termasuk istinja’ (bersuci dengan menggunakan batu, ketika tidak ada air). Inilah hukum syariah tentang aurat pria dan wanita secara umum dan batasannya. Di luar itu, sebenarnya ada masalah yang tak kalah penting ketimbang hukum aurat itu sendiri, yaitu masalah adab. Meski ada batasan yang tegas tentang aurat, dan dibolehkan aurat itu terbuka, meski sendirian, Nabi saw. tetap mengingatkan: فَاللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ Hendaknya dia lebih layak malu kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala (HR Khamsah, kecuali an-Nasa’i). Dengan demikian suami-istri boleh saja saling melihat auratnya dan bertelanjang bulat ketika berhubungan badan, tetapi Nabi saw. mengingatkan, agar tidak dilakukan, karena malaikat malu kepada mereka. Begitu juga ketika di kamar mandi, boleh saja mandi bertelanjang, tetapi harus diingat, bahwa ada Allah Maha Melihat sehingga dia mestinya lebih malu kepada Allah SWT ketimbang kepada yang lain. Inilah yang justru sering dilupakan: orang hanya bicara soal hukum, tetapi mengabaikan adab dan akhlak yang menyertai hukum tersebut. WalLahu a’lam. [Diasuh oleh: KH. Hafidz Abdurrahman]   Baca juga : Jawab Soal Seputar Aurat Wanita terhadap Wanita SJ: Seputar Wanita Membuka Hijabnya dari Pamannya Bapak dan Pamannya Ibu Aurat Wanita Cantik Itu Menutup Aurat, Bukan Pamer Aurat Ala Barat Mengatur Interaksi Pria Wanita Menurut Syariah Tweet Posted in Soal Jawab, Syari'ah | No comments Previous post: Khilafah: Model Acuan Bagi Peradaban Islam Next post: Teruslah Melangkah Leave a comment Name (required) Mail (required, but not published) Website Comment HOME BERITA TERBARU TENTANG KAMI FAQ DEKSTOP Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia: Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390 Telp/Fax: (62-21) 83787370 / 83787372, Email: info@hizbut-tahrir.or.id