Jumat, 15 Maret 2013

Manfaat wudhu sebelum tidur

Manfaat wudhu sebelum tidur

Kamis, 3 Jumadil Awwal 1434 H / 14 Maret 2013 21:49
Manfaat wudhu sebelum tidur
(Arrahmah.com) – Memang ini kedengarannya sepele.Tapi jangan anggap enteng soal ini, pasalnya nabi senantiasa wudhu sebelu tidur.berwudhu,disamping bernilai ibadah juga bermanfaat besar bagi kesehatan .
Peneliti dari Universitas Alexsandria ,dr musthafa syahatah ,yang sekaligus menjabat sebagai Dekan Fakultas THT, menyebutkan bahwa jumlah kuman pada orang yang berwudhu lebih sedikit dibanding orang yang tidak berwudhu.
Dengan ber-istisnaq (menghirup air dalam hidung) misalnya kita dapat mencegah timbulnya penyakit dalam hidung. Dengan mencuci kedua tangan ,kita dapat menjaga kebersihan tangan. Kita juga bisa menjaga kebersihan kulit wajah bila kita rajin berwudhu. Selain itu,kita juga bisa menjaga kebersihan daun telinga dan telapak kaki kita, artinya dengan sering berwudhu kita dapat menjaga kesehatan tubuh kita. 
Lalu ,bagaimana jika berwudhu dilakukan sebelum tidur ? Nah,para pakar kesehatan di dunia senantiasa menganjurkan agar kita mencuci kaki mulut dan muka sebelum tidur. Bahkan ,sejumlah pakar kecantikan memproduki alat kecantikan agar dapat menjaga kesehatan kulit muka.
Di samping itu tentunya anjuran untuk berwudhu juga mengandung nilai ibadah yang tinggi. Sebab ketika seseorang dalam keadaan suci. Jika seseorang berada dalam keadaan suci,berarti ai dekat dengan Allah. Karena Allah akan dekat dan cinta kepada orang-orang yang berada dalam keadaan suci. 
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa tidur dimalam hari dalam keadaan suci (berwudhu’) maka Malaikat akan tetap mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap ‘Ya Allah ampunilah hamba mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu suci’”. (HR Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.)
Hal ini juga ditulis dalam kitab tanqih al-Qand al-Hatsis karangan syekh muhamad bin umar an-nawawi al-mantany. Dari umar bin harits bahwa nabi bersabda :“barangsiapa tidur dalam keadaan berwudhu ,maka apabila mati disaat tidur maka matinya dalam keadaan syahid disisi allah.
Maksudnya orang yang berwudhu sebelum tidur akan memperoleh posisi yang tinggi disisi Allah.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa berwudhu sebelu tidur merupakan anjuran nabi yang harus dikerjakan bila seseorang ingin memperoleh kemuliaan disisi Allah.
 
Manfaat Wudhu Sebelum Tidur
  • Pertama, merilekskan otot-otot sebelum beristirahat. Mungkin tidak terlalu banyak penjelasan. Bisa dibuktikan dalam ilmu kedokteran bahwa percikan air yang dikarenakan umat muslim melakukan wudhu itu merupakan suatu metode atau cara mengendorkan otot-otot yang kaku karna lelahnya dalam beraktifitas. Sangat diambil dampak positifnya bahwa jika seseorang itu telah melakukan wudhu, maka pikiran kita akan terasa rileks. Badan tidak akan terasa capek.
  • Kedua, mencerahkan kulit wajah. Wudhu dapat mencerahkan kulit wajah karena kinerja wudhu ini menghilangkan noda yang membandel dalam kulit. Kotoran-kotoran yang menempel pada kulit wajah kita akan senantiasa hilang dan tentunya wajah kita menjadi cerah dan bersih.
  • Ketiga, didoakan malaikat. Dalam sabda Beliau yang disinggung pada bagian atas, malaikat akan senantiasa memberikan do’a perlindungan kepada umat muslim yang senantiasa wudhu sebelum tidur. Padahal malaikat adalah makhluk yang senantiasa berdzikir kepada Allah. niscaya do’anya akan senantiasa dikabulkan pula oleh Allah. Oleh karena itu, senantiasa berwudhu itu adalah hal yang wajib kita lakukan.

Fenomena Meninggal Dunia Saat Tidur Dalam Sunnah
Jauh-jauh hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah memberikan bimbingan dalam tidur agar tidak menimbulkan bahaya, di antaranya tidur sambil miring ke kanan, tidak tidur sambil tengkurap.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Pernah suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seseorang yang tidur tengkurap di atas perutnya, lalu beliau menendangnya dengan kakinya seraya bersabda,
“Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang tidak disukai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Sesungguhnya sebab kematian itu bermacam-macam, namun kematian tetaplah satu. Selain Sleep Apnea masih ada sebab lainnya yang menjadi media datangnya kematian. Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan tips terbaik bagi umatnya dalam menghadapi kematian yang datangnya tak terduga ini.
Disebutkan dalam Shahihain, dari sabahat al-Bara’ bin Azib radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadanya;
“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan shalat.” (HR. Bukahri dan Muslim).
Dalam menjelaskan faidah dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini, Al-Hafidz Ibnul Hajar menyebutkan hikmahnya, di antaranya yaitu: Agar dia tidur pada malam itu dalam keadaan suci supaya ketika kematian menjemputnya dia dalam keadaan yang sempurna. Dari sini diambil kesimpulan dianjurkannya untuk bersiap diri untuk menghadapi kematian dengan menjaga kebersihan (kesucian) hati karena kesucian hati jauh lebih penting daripada kesucian badan.
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menyebutkan tiga hikmah berwudlu sebelum tidur (yang maksudnya tidur dalam keadaan suci). Salah satunya adalah khawatir kalau dia meninggal pada malam tersebut.
Abdul Razak mengeluarkan sebuah atsar dari Mujahid dengan sanad yang kuat, Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata,
“Janganlah engkau tidur kecuali dalam kondisi berwudlu (suci), karena arwah akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat dia dicabut.”

Republik Zina Menanti Bencana

Republik Zina Menanti Bencana

Mursyid Al Fandy
Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kotawaringin Barat.
Miris sekaligus ironis. Negeri kita – yang katanya religius – dalam kenyataannya sudah menjelma menjadi republik zina (seks bebas). Terlalu banyak fakta yang menunjukkan kebobrokan moral dari bangsa ini.  Tak perlu mengambil contoh di kota kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Di kota kecil seperti Pangkalan Bun sendiri, perilaku seks bebas khususnya di kalangan generasi muda sudah semakin memprihatinkan. Meski belum ada angka pasti, melalui pemberitaan media massa kita sering disuguhi pemberitaan sejumlah kasus perzinahan baik atas dasar suka sama suka, dengan pemaksaan atau karena motif komersil (PSK). Contoh terbaru, akhir Januari lalu seorang siswi kelas 2 SMP yang menjadi korban pemerkosaan oleh lima pemuda karena pengaruh minuman keras ternyata sebelumnya sudah pernah berhubungan badan dengan kekasihnya yang masih berstatus pelajar kelas 2 di SMK yang ada di Kota Pangkalan Bun. Itu yang berhasil terekspose media. Sedangkan yang tidak terungkap ke media jauh lebih besar seperti fenomena gunung es.
Bagaimanapun juga, fenomena seks bebas dikalangan generasi muda tidak terjadi dengan sendirinya. Bukan semata mata kelemahan iman dari individu si pelaku.Menjamurnya seks bebas dipicu oleh banyak faktor yang kesemuanya berpangkal pada penerapan ideologi sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan) di negeri ini. Ideologi ini menjadi ruh bagi lahirnya sistem politik demokrasi yang melahirkan empat pilar kebebasan yakni kebebasan berpendapat, bertingkah laku, berkeyakinan dan kebebasan kepemilikan. Sistem demokrasi sekuler memberikan hak mutlak kepada manusia untuk membuat aturan hukum termasuk dalam membangun sistem pergaulan/sosial antar sesama berdasarkan akal/hawa nafsu manusia itu sendiri.  Sedangkan agama hanya sebatas mengurusi ranah ritual semata. Dari sini kemudian terbentuk kehidupan sosial yang liberal dan mengagungkan kebebasan bertingkah laku termasuk bebas untuk melakukan seks bebas. Jika kita rinci, penyebab munculnya seks bebas setidaknya dipicu oleh sejumlah faktor antara lain pertama, negara (pemerintah) yang lemah, kedua provokasi media massa, ketiga masyarakat yang semakin permissif dan terakhir, pendidikan agama yang minim.
Pertama, negara yang lemah. Ini menjadi faktor dominan yang menjadikan praktik seks bebas tumbuh subur di negeri ini. Sebab, fungsi negara dalam sistem demokrasi sekuler bukan didesain sebagai pelayan rakyat dan penjaga moralitas bangsa. Negara dalam sistem demokrasi sekuler  difungsikan sebagai institusi politik yang menjamin kebebasan individu. Caranya, dengan menjalankan peraturan undang undang  yang melindungi kebebasan berperilaku termasuk bebas untuk berbuat maksiat. Tudingan ini bukan isapan jempol. Tengok saja, menurut ketentuan pidana hukum positif, sepasang muda mudi yang melakukan seks bebas bukan merupakan tindakan kriminal dan hanya di anggap pelanggaran etika moral. Selain itu, negara membiarkan bahkan melegalkan bercokolnya sarana sarana yang mendorong kepada kebebasan berperilaku seperti lokalisasi, diskotik, karaoke dan night club yang kerap menjadi transaksi narkoba, miras dan seks bebas. Negara juga loyo dalam mencegah peredaran pornografi dan pornoaksi di masyarakat  yang dikemas dalam bentuk VCD, majalah, iklan iklan di televisi tv yang menonjolkan sensualitas. Sebaliknya, ketika ada pihak yang protes atau mencoba membubarkan, justru cap radikal, anti modernitas dan dituding sebagai pelaku kriminal karena mengancam kebebasan orang lain seperti yang sering dialami FPI. Bahkan, pengesahan UU Pornografi tahun 2008 yang bertujuan untuk mencegah pornografi terbukti mandul karena kewenangannya sudah dibonsai oleh kebebasan individu atas nama Hak Asasi Manusia (HAM).  Kedua, provokasi media massa yang sudah bergeser dari fungsi awal sebagai sarana penyampai informasi berubah menjadi mak comblang gaya hidup liberal dan mengenalkan daya tarik seksual (sex appeal). Hal ini nampak dari iklan produk barang/jasa yang menonjolkan bentuk fisik wanita, berita seputar selebriti kesandung seks bebas hingga media yang full mengupas erotisme berbalut mistisme.Semuanya bebas beredar dan siapapun bebas mengakses atas nama kebebasan pers.Ketiga, masyarakat yang semakin permissif (serba longgar). Sistem kapitalisme sekuler telah memunculkan masyarakat yang individualistis dan materialistis. Hal ini nampak dari sikap masyarakat yang semakin cuek dengan lingkungan sekitar dan lebih sibuk mengurusi urusan pribadi/keluarga. Selain itu, beban ekonomi yang semakin berat menjadikan masyarakat cenderung materialistis dan didorong untuk menghabiskan waktu guna mengejar kepuasan duniawi dalam bentuk harta benda dan hiburan yang sia sia. Pada saat bersamaan, tidak ada pembinaan ketakwaan oleh negara sehingga ikatan norma agama semakin kendur. Alhasil, kontrol sosial di masyarakat semakin menipis dan menimbang benar salah segala sesuatu tidak lagi bersandar kepada ajaran Islam. Sebagai contoh, banyak orang tua yang menganggap perilaku pacaran – padahal hukumnya haram dan bisa mengantarkan kepada zina-  merupakan hal biasa. Tak heran, banyak orang tua yang khawatir dan was was kalau anaknya yang sudah beranjak dewasa tidak mau pacaran karena dianggap tidak gaul.Sebaliknya, orang tua atau pihak sekolah akan merasa was was kalau anaknya dan peserta didik memilih aktif dalam kegiatan kajian keagamaan atau rohis yang diselenggarakan organisasi dakwah seperti Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) Hizbut Tahrir Indonesia. Alasannya, karena takut dibina menjadi teroris dan beragam persepsi negatif lainnya. Padahal tudungan itu adalah fitnah dan tidak benar.Pembinaan yang dilakukan HTI adalah untuk membentuk generasi muda yang bertakwa, patuh kepada orang tua dan terhindar dari pergaulan bebas. Dan faktor terakhir yang mendorong praktik seks bebas adalah minimnya pendidikan agama.Durasi pendidikan agama yang hanya 2 jam selama seminggu menjadikan benteng moral para pelajar mudah bobol oleh derasnya arus budaya liberal yang menggempur setiap waktu. Sudah begitu, pendidikan agama selama  ini hanya mengutamakan aspek pengetahuan namun minim dengan pembentukan karakter dan keterikatan kepada Syariah Islam. Agama Islam diajarkan hanya sebatas nilai dan norma sosial, bukan sebagai sistem yang berhak mengatur manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk mencegah kemerosotan moral yang terjadi, semua pihak mulai dari orang tua, masyarakat, sekolah hingga pemerintah harus peduli dan terlibat aktif dalam pembinaan moral generasi muda. Orang tua hendaknya mampu menjadi sahabat sekaligus guru utama bagi anak anaknya. Sampai kapanpun, fungsi orang tua sebagai pendidik generasi bertakwa tidak akan mampu tergantikan oleh sekolah semahal apapun. Bahkan yang berstatus RSBI sekalipun. Dari pihak sekolah juga harus mampu menciptakan kondisi belajar yang religius sekaligus mendorong para pelajar terlibat dalam kegiatan rohis/keIslaman. Sekolah hendaknya tidak mudah termakan fitnah dan opini negatif terhadap organisasi dakwah seperti LDS HTI Kobar yang ingin membantu membina generasi muda lewat pembinaan kajian keIslaman.Bahkan, perlu ada sinergi dan keterbukaan antara berbagai pihak untuk saling berdiskusi dan mengambil peran dalam membentuk generasi yang cerdas sekaligus bertakwa.
Masyarakat juga dituntut peduli dan kritis dengan berbagai penyimpangan sosial seperti seks bebas (kumpul kebo) yang terjadi di lingkungan masing masing.Pemerintah daerah sebagai penguasa setempat hendaknya turut mendorong terciptanya kehidupan masyarakat yang religius lewat berbagai kebijakan seperti razia tempat tempat mesum/tempat sepi dan tidak memberikan izin terhadap berbagai kegiatan atau sarana sarana yang bisa mengantarkan pada aktivitas seks bebas. Adapun solusi konkret dan mendasar adalah dengan meninggalkan sistem kehidupan demokrasi yang terbukti bobrok dan amoral. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang mampu menciptakan generasi cerdas dan bertakwa, masyarakat yang peduli dan negara yang melindungi masyarakat dari berbagai penyakit sosial.Itulah Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang sebentar lagi tegak dengan izin Allah SWT.
Namun, jika kemudian kita tetap cuek dan tidak peduli atas problematika yang terjadi, maka tunggulah azab Allah SWT yang dikabarkan melalui lisan Rasul Muhammad SAW yang berbunyi“Jika zina dan riba telah tampak (menonjol) di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Al Hakim, al Baihaqi dan Ath Thabarani). Wallahualam. [www.globalmuslim.web.id]

Panglima Perang Termuda

D-Rise#018] Dalam dunia kemiliteran, posisi panglima perang atau jendral biasanya ditempati oleh orang yang berusia lebih dari 40 tahun, karena dianggap mempunyai wawasan yang lebih luas dan berpengalaman. Tapi lain ceritanya dalam sejarah Islam. Posisi strategis setingkat jenderal banyak ditempati oleh kalangan belia. Salah satu diantaranya adalah Usamah bin Zaid bin Haritsah kesayangan Rasulullah SAW. Kasih sayang Beliau kepada Usamah seperti dicurahkan pada cucu Beliau, Hasan bin ‘Ali. Beliau meletakkan Usamah di salah satu pahanya dan Hasan di paha yang satunya lagi, kemudian, kedua anak itu dirangkul bersama-sama ke dadanya, dan berkata, “Wahai Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka!”.

Sejak kecil, Usamah adalah anak yang pemberani. Ketika terjadi perang Uhud, Usamah beserta serombongan anak-anak sebayanya, putra-putra para sahabat, datang menghadap Rasulullah SAW. Mereka mendesak agar diizinkan untuk ikut berjihad. Sebagian dari mereka diterima dan sebagian lainnya termasuk Usamah ditolak karena masih terlalu muda. Saat itu usia usamah baru 10 tahun. Akhirnya Usamah kecil pun pulang sambil menangis karena sedih tak bisa ikut berjihad.
Pada saat perang Khandaq, Usamah yang waktu itu berusia sekitar 15 tahun kembali menghadap Rasulullah dan meminta bergabung dengan pasukan mujahidin. Beliau yang melihat kesungguhan hati Usamah pun akhirnya mengizinkan Usamah untuk turut menyandang pedang. Itulah pertama kali Usamah terjun dalam perang sebagai pasukan.
Sejumlah peperangan yang diikuti oleh Usamah semakin mematangkan kemampuan tempur dan jiwa kepemimpinan beliau. Pada tahun kesebelas hijriyah, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyiapkan pasukan untuk menggempur kekaisaran Romawi yang telah semena-mena menghalangi dakwah Islam. Dalam barisan pasukan terdapat para sahabat senior seperti Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain. Namun Rasulullah mengangkat Usamah sebagai panglima perang, padahal usia Usamah saat itu belum genap 20 tahun. Diantara para sahabat anshar dan muhajirin ada yang meragukan kemampuan Usamah sehingga menjadi bahan pembicaraan di kalangan sahabat.
Berita ini pun sampai kepada Rasulullah SAW yang saat itu sedang sakit. Beliau pun memaksakan diri untuk bangkit dan naik ke atas mimbar masjid Nabawi dimana para sahabat sedang berkumpul. Setelah memuji Allah dan mengucapkan syukur, beliau bersabda, “Saya mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah, demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan juga kepemimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Demi Allah, Zaid sangat pantas memegang kepemimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau ayahnya sangat saya kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian.”
Setelah Rasulullah SAW wafat, Khalifah Abu Bakar memutuskan dengan tegas untuk meneruskan ekspedisi yang diperintahkan Rasulullah. Usamah pun bergerak cepat meninggalkan Madinah hingga sampai di Wadilqura. Usamah mengirim mata-mata untuk meninjau daerah Ubna, yang mendapati pasukan Romawi tidak mengetahui akan kedatangan pasukan Usamah. Kesempatan ini pun segera dimanfaatkan sehingga kaum Muslimin mendapat kemenangan dan kembali ke Madinah dengan utuh dan membawa rampasan perang yang banyak. Sehingga, orang mengatakan, “Belum pernah terjadi suatu pasukan bertempur kembali dari medan tempur dengan selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang dibawa pasukan Usamah bin Zaid.
Selama hidupnya, Usamah bin Zaid dihormati dan dicintai kaum Muslimin, bukan hanya karena kecintaan Rasulullah kepada beliau, tapi juga karena kesalehannya. Tahun 53 H / 673 M pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah, Usamah bin Zaid wafat di Jurf, 3 mil dari Madinah.
Driser, itulah cuplikan dari kisah seorang panglima perang termuda yang berani dalam membela agama Allah tanpa mempedulikan situasi yang mengancam jiwanya. Layak banget seorang pemberani Usamah bin Zaid masuk dalam sosok teladan kita. Ayo, kita tumbuhkan sikap pemberani Usamah dengan mengaji dan berdakwah untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin. Allahu Akbar..!!! [Ishaak]
BOX:

Kecintaan Kaum Muslimin Kepada Usamah, Panglima Perang Termuda

Khalifah Umar bin Khattab pernah diprotes oleh putranya, Abdullah bin Umar, karena melebihkan jatah Usamah dari jatah Abdullah sebagai putra Khalifah. Kata Abdullah bin Umar, “Wahai Bapak! Bapak menjatahkan untuk Usamah empat ribu dinar, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu dinar. Padahal, jasa bapaknya agaknya tidak akan lebih banyak daripada jasa Bapak sendiri. Begitu pula pribadi Usamah, agaknya tidak ada keistimewaannya daripada saya. Jawab Khalifah Umar, “Wah?! jauh sekali?! Bapaknya lebih disayangi Rasulullah daripada bapak kamu. Dan, pribadi Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada dirimu.” Mendengar keterangan ayahnya, Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak daripada jatah yang diterimanya.
Apabila bertemu dengan Usamah, Umar menyapa dengan ucapan, “Marhaban bi amiri!” (Selamat, wahai komandanku?!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan tersebut, Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi komandan saya.”[]

Keistimewaan Air Zam-Zam

[D'Rise-#018] Salah satu ‘oleh-oleh’ yang banyak diminta dari mereka yang pergi haji adalah air zam-zam. Air yang cuman ada di Mekkah ini jadi buah tangan khas jamaah haji dengan keistimewaan tersendiri. Mulai dari rasanya, khasiatnya, hingga asal muasalnya.
Sejarah Asal-Usul Air Zam-Zam
Ketika tiba di suatu lembah sunyi, kering dan tak berpenghuni, Ibrahim Alaihissalam meninggalkan istrinya, Hajar beserta sang putra beliau Ismail yang saat itu masih menyusu. Ditinggalkan pula sebuah periuk berisi korma dan tempat minum yang berisi air. Hajar tinggal hingga perbekalan habis. Beserta putranya, beliau mulai merasakan kehausan. Beliau berlari-lari menuju bukit Shafa untuk melihat, apakah ada orang di sekitarnya. Ternyata, setelah tiba di tempat itu, tidak ada siapa pun yang terlihat. Akhirnya Hajar mencoba menuju Marwah untuk tujuan yang sama, namun apa yang diharapkan tidak diperoleh, hingga beliau berlari-lari kecil bolak-balik antara Shafa-Marwa hingga tujuh kali (yang kemudian menjadi salah satu rukun ibadah haji yang dikenal dengan sa’i), dengan hasil yang sama. Saat itulah malaikat turun di tempat dimana Ismail ditinggalkan. Di tempat itulah akhirnya air mamancar. Hingga malaikat itu mengatakan kepada Hajar,”Janganlah khawatir disia-siakan. Sesungguhnya di tempat inilah Baitullah yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya.” Itulah kisah yang termaktub dalam Shahih Al Bukhari mengenai asal usul mata air yang disebut dengan Zamzam ini.

Keistimewaan Air Zam-Zam

1. Tak pernah kering.
Mulai dari zamannya Nabi Ibrahim as, hingga hari ini nggak ada ceritanya Sumur air zam-zam kering alias kehabisan stok. Padahal setiap musim haji, jutaan liter air zam-zam dikonsumi oleh jemaah haji dan sebagian dibawa sebagai oleh-oleh saat pulang ke negeri asalnya. Udah gitu, sumber air zam-zam juga cuman berasal dari sumur kecil berukuran sekitar 5 x 4 meter sedalam 40an meter yang terletak di tengah padang pasir yang kering yang hujannya cuman 2 kali setahun!
2. Sebagai Obat
Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Nabi bertanya kepada Abu Dzarr, yang telah tinggal selama 30 hari siang malam di sekitar Ka’bah tanpa makan-minum, selain Zamzam. “Siapa yang telah memberimu makan?”. “Saya tidak punya apa-apa kecuali air Zamzam ini, tapi saya bisa gemuk dengan adanya gumpalan lemak di perutku” Abu Dzarr menjelaskan, “Saya juga tidak merasa lelah atau lemah karena lapar, dan tak menjadi kurus”. Tambah Abu Dzarr. Lalu Nabi saw menjelaskan: ”Sesungguhnya, Zamzam ini air yang sangat diberkahi, ia adalah makanan yang mengandung gizi”.
Nabi saw menambahkan: “Air zamzam bermanfaat untuk apa saja yang diniatkan ketika meminumnya. Jika engkau minum dengan maksud agar sembuh dari penyakitmu, maka Allah menyembuhkannya. Jika engkau minum dengan maksud supaya merasa kenyang, maka Allah mengenyangkan engkau. Jika engkau meminumnya agar hilang rasa hausmu, maka Allah akan menghilangkan dahagamu itu. Ia adalah air tekanan tumit Jibril, minuman dari Allah untuk Ismail”. (HR Daruqutni, Ahmad, Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas).
3. Kaya Akan Nutrisi
Hasil penelitian sampel air di Eropa dan Saudi Arabia menunjukkan bahwa air Zamzam mengandung zat fluorida yang punya daya efektif membunuh kuman, layaknya seperti sudah mengandung obat. Lalu perbedaan air Zamzam dibandingkan dengan air sumur lain di kota Mekah dan Arab sekitarnya adalah dalam hal kuantitas kalsium dan garam magnesium. Kandungan kedua mineral itu sedikit lebih banyak pada air zamzam. Itu mungkin sebabnya air zamzam membuat efek menyegarkan bagi jamaah yang kelelahan. Keistimewaan lain, komposisi dan rasa kandungan garamnya selalu stabil, selalu sama dari sejak terbentuknya sumur ini. “Rasanya” selalu terjaga, diakui oleh semua jemaah haji dan umrah yang selalu datang tiap tahun.
Driser, kalo ada kerabat atau tetangga yang pergi naik haji, jangan lupa deh minta air zam-zamnya. Terus minum deh dengan menghadap kiblat, baca basmallah, dan niatkan agar segala penyakit dalam diri kita sembuh. Air zam-zam emang subhanallah yaa....sesuatu banget![Ridwan]
BOX

Upaya Menjauhkan Umat Islam dari Zamzam

Khalid bin Abdullah Al Qasri, penguasa Makkah pada tahun 89 H mencoba membuat sumur di luar Makkah, agar para jama’ah meninggalkan sumur Zamzam yang penuh berkah itu. Namun upaya yang dilakukan seorang yang suka mencela Ali bin Abi Thalib ini gagal, karena umat Islam tetap berbondong-bondong menuju sumber Zamzam. Dan tak mengiraukan seruan Khalid. Hingga akhirnya, sumur tersebut ditimbun dan tak berbekas (lihat, Raudhah Al Anf,1/170)
Pada tahun 1304 H, Konsulat Inggris yang berkedudukan di Jeddah mengeluarkan penyataan bahwa air Zamzam banyak dicemari kuman-kuman berbahaya, dan mengandung kolera. Kabar itu pun akhirnya sampai di telinga Khalifah Utsmaniyah, Abdul Hamid II. Akhirnya beliau memutuskan untuk mengirim beberapa dokter Muslim ke Makkah untuk membuktikan pernyataan miring tersebut. Hasilnya, setelah diteliti, air Zamzam tetap air yang terbaik. Setelah itu pihak Utsmani mengeluarkan pernyataan untuk menyanggah klaim pihak penjajah itu. (Fadha`il Ma` Zamzam, hal. 161-163)[Ridwan]

Ketika Para Pendidik Tak Lagi Jadi Teladan

Guru-Ngajar.jpg (492×398)Persoalan dunia pendidikan di tanah air terus menerus bertambah. Bukan saja dari perilaku para siswa yang tidak mencerminkan generasi terdidik dengan perilaku tidak terpuji seperti bolos sekolah, pergaulan bebas, tawuran, hingga peredaran narkoba. Tapi keburukan itu juga ditampilkan oleh sosok para pendidiknya. Para guru yang semestinya memberikan keteladanan dan pengasuhan kepada murid-murid mereka justru ibarat pagar makan tanaman.Beberapa oknum pengajar dan pejabat sekolah justru terbukti melakukan pelecehan seksual kepada anak-anak didik mereka.
Di awal bulan ini seorang wakil kepala sekolah merangkap guru di sebuah SMU Negeri di Jakarta dituntut oleh keluarga salah seorang siswi karena melakukan pelecehan seksual berkali-kali terhadapnya. Di Sampit, Kalimantan Tengah, seorang kepala MTsN ditangkap karena melakukan pencabulan terhadap 10 orang siswinya. Ada lagi seorang guru SD RSBI di Mataram yang mencabuli 6 orang muridnya. Bila dirunut ke belakang masih banyak laporan kasus pencabulan yang dilakukan oknum guru terhadap anak didik mereka.
Rangkaian peristiwa memalukan dan memilukan ini patut untuk dikaji karena terjadi di institusi pendidikan yang semestinya terhormat dan mulia. Kejadian ini menunjukkan ada kesalahan mendasar yakni falsafah dan tujuannya. Dunia pendidikan di tanah air berdiri di atas falsafah sekulerisme, memisahkan agama dari kehidupan sedangkan tujuannya tidak jelas. Meski dicantumkan kalimat ‘bertakwa kepada Allah’ akan tetapi semua tahu bahwa hal itu hanyalah lips service. Prakteknya tuntunan agama tidaklah dijadikan aturan dalam dunia pendidikan. Bahkan ia hanya menjadi pelengkap saja. Perhatikan saja mata pelajaran agama yang di SD hingga SMU yang hanya berjumlah 2 jam.Sedangkan di perguruan tinggi hanya ada di satu semester dengan beban 2 SKS.Suasana keagamaan (baca: keislaman) tidak tampak dalam kehidupan di sekolah apalagi di kampus-kampus. Baik dalam pergaulan antar siswa, guru dengan siswa maupun antarguru pun jauh dari aturan Islam.
Yang memprihatinkan perselingkuhan di kalangan tenaga pengajar juga kerap terjadi. Hal ini diakui oleh Direktur Aksara, lembaga pembela hak-hak perempuan Daerah Istimewa Yogyakarta (tempo.co, 24/1/ 2013). Perselingkuhan di kalangan guru terjadi terutama setelah adanya uang sertifikasi. Sedangkan pada tahun 2008, Dinas Pendidikan Bondowoso mengatakan bahwa perselingkuhan di tingkat guru meningkat 100 persen.
Kesalahan kedua adalah tidak dijadikannya kepribadian Islam sebagai salah satu syarat utama bagi para tenaga pengajar. Sekarang ini dunia pendidikan hanya mengedepankan gelar dan skill mengajar, tapi tidak menyertakan kepribadian yang baik apalagi Islami. Hal yang wajar bila bermunculanlah kasus-kasus kriminalitas yang dilakukan oleh guru baik kepada murid.
Ketiga, adalah lingkungan pendidikan yang sekuler memunculkan gaya hidup hedonisme dan amoral. Ini bisa terlihat dari terbiasanya para pelajar berpacaran atau bercanda dengan lawan jenis maupun berboncengan dengan lawan jenis, termasuk dengan guru. Gaya hidup macam ini juga tampak dari cara berpakaian para siswi yang memperlihatkan aurat, malah di sejumlah sekolah ada siswi-siswi yang berpakaian seragam ketat.
Keadaan ini berpotensi memicu dorongan seksual termasuk di kalangan para guru. Apalagi dengan kehidupan umum di masyarakat yang sudah dilanda liberalisme, khususnya kebebasan seksual. Siapapun, termasuk guru, akan terimbas berbagai informasi yang merusak cara pandang hubungan pria dengan wanita.
Dari keadaan semacam ini semakin berat rasanya mengharapkan akan bermunculan intelektual muslim yang handal dalam iptek sekaligus berkepribadian baik. Dunia pendidikan semakin tenggelam dalam berbagai skandal selain persoalan kurikulum, korupsi ditambah dengan perilaku asusila para tenaga pendidiknya. Inilah hasil menerapkan sekulerisme dan demokrasi di tanah air dengan menyingkirkan ajaran Islam yang mulia. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [IJ – LS DPP HTI/www.globalmuslim.web.id]


















Add caption

HUKUM ZAKAT PROFESI


HUKUM ZAKAT PROFESI

Tanya :
Ustadz, mohon penjelasan tentang hukum zakat profesi? (Widianto Tulus, Muara Enim)
Jawab :
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta). (Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17).
Zakat profesi menurut penggagasnya didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab. Misal profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. (Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95).
Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5%. Zakat profesi dikeluarkan langsung saat menerima atau setelah diperhitungkan selama kurun waktu tertentu. Misal jika seseorang gajinya Rp500.000/bulan, dia dapat mengeluarkan langsung zakatnya 2,5% setelah gajian tiap bulan. Atau membayar satu kali tiap tahun sebesar 12 x 2,5% x Rp500.000. (Didin Hafidhuddin, ibid, hal. 104).
Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda"Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul." (HR Abu Dawud). (Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866).
Menurut pentarjihan kami, zakat profesi tidak mempunyai dalil yang kuat sehingga hukumnya tidak wajib. Alasan kami : Pertama, dalil utama dari zakat profesi adalah ijtihad sahabat mengenai al-maal al-mustafaad yang tidak mensyaratkan haul. Padahal ijtihad sahabat (mazhab al-shahabi) bukanlah dalil syariah yang kuat (mu’tabar). (Taqiyuddin an-Nabhani, al-Syakhshiyah al-Islamiyah, III/418).
Kedua, pendapat yang lebih kuat (rajih) mengenai al-maal al-mustafaad adalah pendapat jumhur ulama, yaitu harta tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya, hingga memenuhi syarat berlalunya haul. Inilah pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Juga pendapat imam mazhab yang empat. (Al-Yazid Ar-Radhi, Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal.19; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/866).
Ketiga, tidak tepat penilaian Al-Qaradhawi bahwa hadis tentang haul adalah hadis lemah (dhaif). Al-Qaradhawi sebenarnya mengikuti pendapat Imam Ibnu Hazm yang melemahkan hadis haul dari jalur Ali bin Abi Thalib RA, karena ada perawi bernama Jarir bin Hazim yang dinilai lemah. (Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/494; Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/70). Padahal Ibnu Hazm telah meralat penilaiannya, dan lalu mengakui bahwa Jarir bin Hazim adalah perawi hadis yang sahih. (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, VI/74).
Kesimpulannya, zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena dalil-dalilnya sangat lemah. Maka uang hasil profesi tidak sah dikeluarkan zakatnya saat menerima, tapi wajib digabungkan lebih dulu dengan uang yang sudah dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan setelah uang gabungan itu mencapai nishab dan berlalu haul atasnya. (Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 523). Wallahu a’lam.
Yogyakarta, 13 Agustus 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi