Republik Zina Menanti Bencana
Analisis 2:50 PM
Lajnah Dakwah Sekolah (LDS) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kotawaringin Barat.
Miris sekaligus ironis. Negeri kita – yang katanya religius – dalam kenyataannya sudah menjelma menjadi republik zina (seks bebas). Terlalu banyak fakta yang menunjukkan kebobrokan moral dari bangsa ini. Tak perlu mengambil contoh di kota kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Di
kota kecil seperti Pangkalan Bun sendiri, perilaku seks bebas khususnya
di kalangan generasi muda sudah semakin memprihatinkan. Meski
belum ada angka pasti, melalui pemberitaan media massa kita sering
disuguhi pemberitaan sejumlah kasus perzinahan baik atas dasar suka sama
suka, dengan pemaksaan atau karena motif komersil (PSK). Contoh
terbaru, akhir Januari lalu seorang siswi kelas 2 SMP yang menjadi
korban pemerkosaan oleh lima pemuda karena pengaruh minuman keras
ternyata sebelumnya sudah pernah berhubungan badan dengan kekasihnya
yang masih berstatus pelajar kelas 2 di SMK yang ada di Kota Pangkalan
Bun. Itu yang berhasil terekspose media. Sedangkan yang tidak terungkap ke media jauh lebih besar seperti fenomena gunung es.
Bagaimanapun juga, fenomena seks bebas dikalangan generasi muda tidak terjadi dengan sendirinya. Bukan semata mata kelemahan iman dari individu si pelaku.Menjamurnya
seks bebas dipicu oleh banyak faktor yang kesemuanya berpangkal pada
penerapan ideologi sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan) di
negeri ini. Ideologi
ini menjadi ruh bagi lahirnya sistem politik demokrasi yang melahirkan
empat pilar kebebasan yakni kebebasan berpendapat, bertingkah laku,
berkeyakinan dan kebebasan kepemilikan. Sistem
demokrasi sekuler memberikan hak mutlak kepada manusia untuk membuat
aturan hukum termasuk dalam membangun sistem pergaulan/sosial antar
sesama berdasarkan akal/hawa nafsu manusia itu sendiri. Sedangkan agama hanya sebatas mengurusi ranah ritual semata. Dari
sini kemudian terbentuk kehidupan sosial yang liberal dan mengagungkan
kebebasan bertingkah laku termasuk bebas untuk melakukan seks bebas. Jika
kita rinci, penyebab munculnya seks bebas setidaknya dipicu oleh
sejumlah faktor antara lain pertama, negara (pemerintah) yang lemah,
kedua provokasi media massa, ketiga masyarakat yang semakin permissif
dan terakhir, pendidikan agama yang minim.
Pertama, negara yang lemah. Ini menjadi faktor dominan yang menjadikan praktik seks bebas tumbuh subur di negeri ini. Sebab, fungsi negara dalam sistem demokrasi sekuler bukan didesain sebagai pelayan rakyat dan penjaga moralitas bangsa. Negara dalam sistem demokrasi sekuler difungsikan sebagai institusi politik yang menjamin kebebasan individu. Caranya, dengan menjalankan peraturan undang undang yang melindungi kebebasan berperilaku termasuk bebas untuk berbuat maksiat. Tudingan ini bukan isapan jempol. Tengok
saja, menurut ketentuan pidana hukum positif, sepasang muda mudi yang
melakukan seks bebas bukan merupakan tindakan kriminal dan hanya di
anggap pelanggaran etika moral. Selain
itu, negara membiarkan bahkan melegalkan bercokolnya sarana sarana yang
mendorong kepada kebebasan berperilaku seperti lokalisasi, diskotik,
karaoke dan night club yang kerap menjadi transaksi narkoba, miras dan
seks bebas. Negara
juga loyo dalam mencegah peredaran pornografi dan pornoaksi di
masyarakat yang dikemas dalam bentuk VCD, majalah, iklan iklan di
televisi tv yang menonjolkan sensualitas. Sebaliknya,
ketika ada pihak yang protes atau mencoba membubarkan, justru cap
radikal, anti modernitas dan dituding sebagai pelaku kriminal karena
mengancam kebebasan orang lain seperti yang sering dialami FPI. Bahkan,
pengesahan UU Pornografi tahun 2008 yang bertujuan untuk mencegah
pornografi terbukti mandul karena kewenangannya sudah dibonsai oleh
kebebasan individu atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua,
provokasi media massa yang sudah bergeser dari fungsi awal sebagai
sarana penyampai informasi berubah menjadi mak comblang gaya hidup
liberal dan mengenalkan daya tarik seksual (sex appeal). Hal
ini nampak dari iklan produk barang/jasa yang menonjolkan bentuk fisik
wanita, berita seputar selebriti kesandung seks bebas hingga media yang
full mengupas erotisme berbalut mistisme.Semuanya bebas beredar dan siapapun bebas mengakses atas nama kebebasan pers.Ketiga, masyarakat yang semakin permissif (serba longgar). Sistem kapitalisme sekuler telah memunculkan masyarakat yang individualistis dan materialistis. Hal
ini nampak dari sikap masyarakat yang semakin cuek dengan lingkungan
sekitar dan lebih sibuk mengurusi urusan pribadi/keluarga. Selain
itu, beban ekonomi yang semakin berat menjadikan masyarakat cenderung
materialistis dan didorong untuk menghabiskan waktu guna mengejar
kepuasan duniawi dalam bentuk harta benda dan hiburan yang sia sia. Pada saat bersamaan, tidak ada pembinaan ketakwaan oleh negara sehingga ikatan norma agama semakin kendur. Alhasil,
kontrol sosial di masyarakat semakin menipis dan menimbang benar salah
segala sesuatu tidak lagi bersandar kepada ajaran Islam. Sebagai
contoh, banyak orang tua yang menganggap perilaku pacaran – padahal
hukumnya haram dan bisa mengantarkan kepada zina- merupakan hal biasa. Tak
heran, banyak orang tua yang khawatir dan was was kalau anaknya yang
sudah beranjak dewasa tidak mau pacaran karena dianggap tidak gaul.Sebaliknya,
orang tua atau pihak sekolah akan merasa was was kalau anaknya dan
peserta didik memilih aktif dalam kegiatan kajian keagamaan atau rohis
yang diselenggarakan organisasi dakwah seperti Lajnah Dakwah Sekolah
(LDS) Hizbut Tahrir Indonesia. Alasannya, karena takut dibina menjadi teroris dan beragam persepsi negatif lainnya. Padahal tudungan itu adalah fitnah dan tidak benar.Pembinaan
yang dilakukan HTI adalah untuk membentuk generasi muda yang bertakwa,
patuh kepada orang tua dan terhindar dari pergaulan bebas. Dan faktor terakhir yang mendorong praktik seks bebas adalah minimnya pendidikan agama.Durasi
pendidikan agama yang hanya 2 jam selama seminggu menjadikan benteng
moral para pelajar mudah bobol oleh derasnya arus budaya liberal yang
menggempur setiap waktu. Sudah
begitu, pendidikan agama selama ini hanya mengutamakan aspek
pengetahuan namun minim dengan pembentukan karakter dan keterikatan
kepada Syariah Islam. Agama
Islam diajarkan hanya sebatas nilai dan norma sosial, bukan sebagai
sistem yang berhak mengatur manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Untuk
mencegah kemerosotan moral yang terjadi, semua pihak mulai dari orang
tua, masyarakat, sekolah hingga pemerintah harus peduli dan terlibat
aktif dalam pembinaan moral generasi muda. Orang tua hendaknya mampu menjadi sahabat sekaligus guru utama bagi anak anaknya. Sampai kapanpun, fungsi orang tua sebagai pendidik generasi bertakwa tidak akan mampu tergantikan oleh sekolah semahal apapun. Bahkan yang berstatus RSBI sekalipun. Dari
pihak sekolah juga harus mampu menciptakan kondisi belajar yang
religius sekaligus mendorong para pelajar terlibat dalam kegiatan
rohis/keIslaman. Sekolah
hendaknya tidak mudah termakan fitnah dan opini negatif terhadap
organisasi dakwah seperti LDS HTI Kobar yang ingin membantu membina
generasi muda lewat pembinaan kajian keIslaman.Bahkan,
perlu ada sinergi dan keterbukaan antara berbagai pihak untuk saling
berdiskusi dan mengambil peran dalam membentuk generasi yang cerdas
sekaligus bertakwa.
Masyarakat juga dituntut peduli dan
kritis dengan berbagai penyimpangan sosial seperti seks bebas (kumpul
kebo) yang terjadi di lingkungan masing masing.Pemerintah
daerah sebagai penguasa setempat hendaknya turut mendorong terciptanya
kehidupan masyarakat yang religius lewat berbagai kebijakan seperti
razia tempat tempat mesum/tempat sepi dan tidak memberikan izin terhadap
berbagai kegiatan atau sarana sarana yang bisa mengantarkan pada
aktivitas seks bebas. Adapun solusi konkret dan mendasar adalah dengan meninggalkan sistem kehidupan demokrasi yang terbukti bobrok dan amoral. Sudah
saatnya kita kembali kepada sistem yang mampu menciptakan generasi
cerdas dan bertakwa, masyarakat yang peduli dan negara yang melindungi
masyarakat dari berbagai penyakit sosial.Itulah Syariah Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah yang sebentar lagi tegak dengan izin Allah SWT.
Namun, jika kemudian kita tetap cuek dan
tidak peduli atas problematika yang terjadi, maka tunggulah azab Allah
SWT yang dikabarkan melalui lisan Rasul Muhammad SAW yang berbunyi“Jika
zina dan riba telah tampak (menonjol) di suatu kampung, maka sungguh
mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Al Hakim, al Baihaqi dan Ath Thabarani). Wallahualam. [www.globalmuslim.web.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar