Jumat, 29 Januari 2021

Buletin Kaffah No. 178, 15 Jumada al-Akhirah 1442 H-29 Januari 2021 MJILBAB WAJIB,TAK ADA IKHTILAF

Buletin Kaffah No. 178, 15 Jumada al-Akhirah 1442 H-29 Januari 2021 M

JILBAB WAJIB,
TAK ADA IKHTILAF

Di tengah banyak problem akut yang mendera bangsa ini, tiba-tiba mencuat isu jilbab. Tepatnya isu tentang jilbab di SMKN 2 Padang, Sumatra Barat. Isu ini menjadi isu nasional. Mengalahkan isu-isu besar. Terutama maraknya kasus korupsi yang makin brutal. Salah satunya korupsi triliunan Dana Bansos. Yang paling mutakhir, korupsi dana BPJS Ketenagaakerjaan senilai Rp 43 triliun. Juga isu Banjir Kalsel akibat penggundulan hutan secara semena-mena. Selain isu kegagalan Pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 yang hingga saat ini tembus 1 juta kasus. 

Isu “Jilbab Padang” mencuat saat ada orangtua salah satu siswi non-Muslim yang keberatan putrinya “dipaksa” memakai jilbab di sekolahnya. Belakangan terungkap, siswi tersebut benama Jeni Cahyani Hia. Ia merupakan salah satu siswi non-Muslim di sekolah tersebut. Ia memang menolak mengenakan jilbab. Video adu argumen antara orangtua Jeni dan pihak sekolah tentang penggunaan kerudung atau jilbab pun viral di media sosial (Detik.com, 23/1/2021). 

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi, sekolah di Kota Padang memang ada aturan berpakaian Muslim. Namun, aturan itu dikhususkan bagi murid yang beragama Islam. "Dalam aturan itu, dijelaskan bagi siswi Muslim wajib menggunakan jilbab. Namun, bagi siswi non-Muslim, aturan itu tidak berlaku. Pakaian siswi non-Muslim itu harus sopan sesuai dengan norma sopan santun jika tidak menggunakan jilbab," ujar Habibul. Habibul mengatakan, aturan wajib jilbab tetap dipertahankan karena memiliki nilai positif. Aturan bagi siswi yang Muslim itu sudah diberitahu sejak pertama masuk sekolah. Orangtua murid juga memberikan tanda tangan persetujuan saat baru pertama kali mendaftar (Kompas.com, 25/1/2021).

Hal senanda diungkapkan oleh Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi.  "Secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 anak (siswi) non-Muslim, termasuk Ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang Muslim," kata Rusmadi saat pertemuan dengan wartawan. Rusmadi lantas menegaskan pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apa pun terkait pakaian seragam bagi non-Muslim (Detik.com, 23/1/2021).

Pernyataan Rusmadi tidak mengada-ada. Salah seorang siswi non-Muslim di SMKN 2 Padang, EAZ (17) merasa tidak keberatan menggunakan jilbab ke sekolah. "Tidak ada unsur paksaan. Saya juga sudah dari SMP memakai jilbab," kata EAZ kepada wartawan, Senin (25/1/2021) (Kompas.com, 25/1/2021).

Hal senada diungkapkan oleh siswi non-Muslim lainnya bernama Eka Maria Putri Waruhu. "Pakaian seperti ini (pakai jilbab) hanya atribut saja kok. Identitas saya sebagai pelajar SMK 2. Tidak kaitan dengan masalah iman," kata Eka, Senin (25/1). Eka sudah terbiasa ke sekolah dengan seragam berjilbab. Ia sudah menjalani hal itu sejak duduk di bangku kelas IV SD (Republika.com, 25/1/2021).

Eks Wali Kota (Walkot) Padang Fauzi Bahar juga mengatakan aturan yang mewajibkan siswi di sekolah negeri berpakaian Muslimah bukan hal baru. Fauzi mengatakan aturan itu dibuat justru untuk melindungi kaum perempuan. "Itu sudah lama sekali. Kok baru sekarang diributkan? Kebijakan 15 tahun yang lalu itu," kata Fauzi Bahar (Detik.com, 23/1).

Politisasi 

Clear. Jelas. Dengan memperhatikan fakta di atas, isu “Jilbab Padang” hanyalah politisasi. Lagi-lagi tujuannya untuk memojokkan Islam dan kaum Muslim. Senyatanya, ini adalah kasus kecil yang dibesar-besarkan oleh sejumlah pihak. Termasuk para pejabat negara. Tak hanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang lantang bersuara. Menko Polhukam Mahfud MD juga turut berkomentar. Yang paling ribut tentu saja kalangan para pembenci Islam. Pengidap islamophobia. Mereka inilah yang sering teiak-teriak intoleran kepada kaum Muslim jika “korban”-nya non-Muslim. Sebaliknya, mereka mingkem saat banyak tindakan intoleransi yang korbannya adalah kaum Muslim. Misalnya, di Bali, yang mayoritas Hindu, kaum Muslim juga sering mengalami diskriminasi. Termasuk terkait jilbab. Pada tahun 2014, misalnya, pernah mencuat kasus pelarangan jilbab di SMAN 2 Denpasar Bali. Ternyata, setelah ditelusuri, tak hanya di SMAN 2 Denpasar, hampir di seluruh sekolah di Bali, jilbab dilarang (Republika.com, 21/2/2014). Faktanya, kalangan pembenci Islam adem-ayem saja.

Komentar Mendikbud Nadiem juga aneh. Ia tiba-tiba bersuara lantang. Ia menuding kasus “Jilbab Padang” sebagai bentuk intoleransi. Ia menyebut perkara tersebut tak hanya melanggar undang-undang, namun juga nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika (Cnnindonesia.com, 24/1/2021). 

Padahal, pada saat yang sama, banyak kasus di dunia pendidikan yang sejatinya lebih layak dia urusi. Misalnya saja, kasus seks bebas di kalangan remaja, termasuk pelajar. Dalam sebuah riset tahun lalu, sebanyak 33% remaja (termasuk pelajar), telah melakukan hubungan seks pranikah (Liputan6.com, 19/7/2019). Belum lagi problem pendidikan daring selama masa Covid-19 ini, yang tentu membutuhkan solusi dan terobosan. Inilah yang seharusnya menjadi fokus Mendikbud.

 
Jilbab Wajib Bagi Muslimah

Di dalam Islam, lelaki Muslim maupun wanita Muslimah yang telah dewasa wajib menutup aurat. Kewajiban menutup aurat ini telah disebutkan di dalam al-Quran. Di antaranya QS al-A'raf [7]: 26. Menurut Imam asy-Syaukani, jumhur ulama berpendapat bahwa ayat ini merupakan dalil atas kewajiban menutup aurat dalam setiap keadaan (Asy-Syaukani, Fath al-Qadir, 2/200).

Selain dalil al-Quran di atas, dalam as-Sunnah juga terdapat sejumlah hadis yang menunjukkan kewajiban menutup aurat baik atas laki-laki maupun perempuan. Khusus terkait Muslimah, Rasulullah saw., antara lain, bersabda:

 إِنَّ الجَارِيَةَ إذَاحاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أنْ يُرَى مِنْها إلاَّ وَجْهُهَا وَيَدَاها إلىَ الْمِفْصَلْ 
Sungguh seorang anak perempuan, jika telah haid (balig), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan tangan (HR Abu Dawud).

Wanita Muslimah wajib menutup aurat dengan mengenakan kerudung dan jilbab saat keluar rumah. Kewajiban memakai kerudung tertuang dalam firman Allah SWT:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ...
Katakanlah kepada para wanita Mukmin, "Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan (auat) mereka, kecuali yang (biasa) tampak pada dirinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada-dada mereka…” (QS an-Nur [24]: 31).

Dalam ayat ini, terdapat kata khumur yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata khimar. Khimar adalah apa saja yang dapat menutupi kepala (ma yughaththa bihi ar-ra`su) (Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XIX/159). Dengan kata lain, khimar adalah kerudung.

Adapun kewajiban berjilbab terdapat dalam firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ... 
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan para wanita Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka..."  (QS al-Ahzab [33]: 59). 

Dalam ayat ini terdapat kata jalabib yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata jilbab. Secara bahasa, di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan bahwa jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Dalam kamus Ash-Shahhah, al-Jauhari juga mengatakan, "Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula'ah (baju kurung/gamis/jubah)." 

Memang para mufassir berbeda pendapat mengenai arti jilbab ini. Menurut Imam Qurthubi, dari berbagai pendapat yang ada, yang sahih adalah pendapat bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh perempuan (Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, XIV/243). Jadi jilbab serupa dengan gamis/jubah. 

Jilbab inilah busana yang wajib dipakai dalam kehidupan umum oleh seorang Muslimah, seperti di jalan, di pasar di kampus dan tempat-tempat umum lainnya. Adapun dalam kehidupan khusus, seperti di dalam rumah, jilbab tidaklah wajib dipakai seorang Muslimah. Yang wajib bagi perempuan Muslimah adalah menutup auratnya, kecuali kepada suami atau para mahram-nya (lihat QS an-Nur [24]: 31).
 

Aturan Berpakaian Wanita Non-Muslim

Dalam Islam, non-Muslim yang hidup sebagai warga negara Khilafah (ahludz dzimmah) dibiarkan memeluk aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing. Begitu juga dalam hal makanan, minuman dan pakaian. Mereka diperlakukan sesuai dengan agama mereka, dalam batas yang diperbolehkan oleh syariah. 

Namun demikian, mereka terikat dengan dua batasan. Pertama: Batasan menurut agama mereka. Pakaian sesuai agama mereka adalah pakaian agamawan mereka dan agamawati mereka, yaitu pakaian rahib dan pendeta serta pakaian rahib perempuan. Laki-laki dan perempuan non-Muslim ini boleh mengenakan pakaian ini. Kedua: Batasan yang ditetapkan oleh syariah, yaitu hukum-hukum kehidupan umum yang mencakup seluruh rakyat, baik Muslim maupun non-Muslim, untuk laki-laki dan perempuan.

Jadi pada dasarnya pakaian mereka dalam kehidupan umum adalah sama dengan perempuan Muslim. Pakaian sesuai agama mereka hanyalah pengecualian. Ketentuan pakaian dalam kehidupan umum ini berlaku atas seluruh individu rakyat. Tidak dikecualikan untuk non-Muslim kecuali pakaian yang sesuai agama mereka. Selain itu, mereka wajib menutup aurat, tidak ber-tabarruj dan wajib mengenakan jilbab dan kerudung. 

Fakta sejarah menyatakan bahwa sepanjang masa Khilafah, para wanita baik Muslimah maupun non-Muslimah mengenakan jilbab. Sebagian kampung yang di situ ada Muslimah dan non-Muslimah, pakaian mereka tidak bisa dibedakan. Inilah hal yang bisa menunjukkan bahwa pakaian perempuan Muslim maupun non-Muslim dalam kehidupan umum diatur sesuai syariah. 

WalLahu a’lam bi ash-shawwab. []
 

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:
«لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ»
Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya tunduk pada apa saja yang aku bawa (al-Quan dan as-Sunnah, red.). 
(Ibnu Bathtah, Al-Ibanah al-Kuba, 1/298). []

Selasa, 26 Januari 2021

TERSINGKAPNYA BETIS BIDADARI

TERSINGKAPNYA BETIS BIDADARI

Pada zaman Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa aali wasallam, hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid, yang berumur 35 tahun, namun belum juga menikah.
Dia tinggal di Suffah (teras) masjid Madinah.

Ketika sedang mengasah  pedangnya, tiba-tiba Rasulullah Saw datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup. 

“Wahai saudaraku Zahid…selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah Saw menyapa.

“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid, sambil tertunduk tak kuasa melihat kharismatik wajah Beliau.

“Maksudku kenapa engkau selama ini membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah…,?” Tanya Rasulullah Saw. 

Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan, siapa yang mau dengan diriku ya Rasulullah?”

”Asal engkau mau, itu urusan yang mudah.” Kata Rasulullah Saw sambil tersenyum.

Kemudian Rasulullah Saw memerintahkan Sahabatnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita.

Setelah surat itu selesai ditulis, maka Rasulullah memberikan surat tersebut kepada Zahid dan memerintahkan agar segera mendatangi rumah Said dan menyerahkan surat lamaran tersebut kepadanya. 

Disebabkan di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.

“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasulullah yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”

Said menjawab, “Wah, ini adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya. 

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”

Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong...”

Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini… bukankah lebih baik di persilahkan masuk?”

“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.

Di saat Zulfah melihat Zahid,  sambil menangis ia berkata,
“Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau dengan dia ayah..!”

Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau…bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”

Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasulullah?”

Akhirnya Said berkata, “Lamaran kepada dirimu ini adalah perintah Rasulullah.”

Zulfah kaget kemudian beristighfar beberapa kali,
أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...
Ia menyesal atas kelancangan perbuatannya itu. Seketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa tidak sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dinikahkan dengan pemuda ini.
Karena aku ingat firman Allah dalam Al-Qur’an surah An Nur:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (النور ٥١)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diminta Allah dan Rasul-Nya agar Rasul yang  mengadili (mengambil keputusan ) diantara mereka, ucapan yang muncul hanyalah : Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. An Nur 24:Ayat 51)”

Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang-layang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada taranya, dan segera melangkah pulang. 

Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasulullah yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

“Bagaimana Zahid?”

“Alhamdulillah lamarannya diterima ya Rasulallah,” jawab Zahid.

“Apakah sudah ada persiapan?”

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasulallah, aku tidak memiliki apa-apa.”

Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke beberapa sahahbat  untuk membantunya mendapatkan uang untuk menikah. 

Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan perkawinan.

Tak lama kemudian setibanya di pasar, bersamaan itu pula ada pengumuman Jihad untuk perang melawan orang kafir yang mau menyerang masyarakat muslim Madinah.

Zahid Mulai bingung untuk menentukan sikap, menikah atau berjuang demi Agama Allah.

Akhirnya dia mencoba kembali lagi ke masjid. Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”

Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah engkau tidak mengetahui?”

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah jika begitu uang untuk menikah ini akan aku belikan baju besi dan kuda yg terbaik, aku lebih memilih jihad bersama Rasulullah dan menunda pernikahan ini."

Para sahabat menasihatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau malah hendak berperang?”

Zahid menjawab dengan tegas, “Hatiku sudah mantap untuk  bersama Al Musthafa Rasulullah pergi berjihad.”

Lalu Zahid membacakan ayat AlQur'an di hadapan sahabat Nabi:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (التوبة ٢٤)
“Katakanlah, Jika bapak -bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,  kaum kerabatmu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu kuatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai , itu semua lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dengan) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah, 9:24).

Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran. Dengan hebatnya beliau bertempur, banyak dari kaum kafirin tewas di tangannya dan pada akhirnya beliau mendapatkan syahid. Gugur demi membela agama Allah dan Rasulullah. . . 

Peperangan telah usai, kemenangan direbut oleh Rasul dan pasukannya. 
 
Senja yang penuh dengan keberkahan ketika Rasullullah memeriksa satu persatu yang telah gugur di jalan Allah, sebagai Syuhada Allahu azza wajalla. 

Nampak dari kejauhan sosok pemuda yg bersimbah darah dengan luka bekas sasatan pedang. 

Rasulullah menghampiri jasad pemuda itu sambil meletakkan kepalanya di pangkuan manusia agung ini. Habiballah
memeluknya sambil menangis tersedu-sedu, "Bukankah engkau ya Zahid yg hendak menikah malam ini ??"
Tapi engkau memilih keridhaan Allah, berjihad bersamaku."

Tak lama kemudian Rasulullah tersenyum sembari  memalingkan muka ke sebelah kiri karena malu. 
Disebabkan karena ternyata sesosok bidadari cantik dari Surga menjemput Ruh mulia pemuda ini, dan tak sengaja gaunnya tersingkap hingga betisnya yang indah terlihat.  
Ini yang membuat Rasulullah malu.

Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”

Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur’an;

 وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ * فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (آل عمران ١٦٩ - ١٧٠)
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sejatinya  mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan bahagia disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
(QS. Ali Imran, 3:169-170.)

Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata, dan Zulfah pun berkata, 
“Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”

Ya ALLAH...
✔ Muliakanlah orang yang membaca dan membagikan status ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang
membaca dan membagikan status ini.
Aamiin ya Rabbal'alamin

Sobat sekarang anda memiliki dua pilihan ,
1. Membiarkan sedikit pengetahuan ini hanya dibaca disini
2. Membagikan pengetahuan ini kesemua teman facebookmu , insyallah bermanfaat dan akan menjadi pahala bagimu. Aamiin..

MaaSyaa Allah... 
Semoga di tahun ini dan selanjutnya Allah tetap senantiasa anugerahi kita keimanan dan kemenangan dalam hati dan amal kita, kesuksesan dan keselamatan dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini. Aamiin....... 

```اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ```

yg berkomentar Aamiin semoga bertemu Nabi di Surga aamiin.
Copas
Semoga bermanfa'at.

Jumat, 22 Januari 2021

*BULETIN DAKWAH KAFFAH - EDISI 177*08 Jumada al-Akhirah 1442 H-22 Januari 2021 M*AKAR PENYEBAB BENCANA DAN SOLUSINYA*

*BULETIN DAKWAH KAFFAH - EDISI 177*
08 Jumada al-Akhirah 1442 H-22 Januari 2021 M


*AKAR PENYEBAB BENCANA DAN SOLUSINYA*

Ragam bencana menerpa sebagian wilayah negeri awal tahun 2021 ini. Pada Sabtu (9/1) terjadi bencana longsor di Sumedang. Akibatnya, 38 orang meninggal, 29 rumah rusak dan ribuan orang mengungsi.

Pada Rabu (13/1), bencana banjir terjadi di Kalimantan Selatan. Menurut LAPAN, sebanyak 13 kabupaten/kota terdampak. Akibatnya, 15 orang meninggal dan sekitar 112.709 orang mengungsi.

Selain di Kalsel, pada Sabtu (16/1), banjir dan longsor terjadi di Manado, Sulawesi Utara. Banjir juga terjadi di Kabupaten Lamongan dan Sidoarjo, Jawa Timur, Kabupaten Pidie, Aceh, hingga Kota Cirebon, Jawa Barat. Paling akhir, Selasa (19/1), banjir terjadi di kawasan Puncak Bogor.

Selain banjir, juga terjadi gempa bumi di Mamuju dan Majene pada Kamis (14/1). Akibatnya, 88 orang meninggal per Selasa (19/1) berdasarkan pencatatan Basarnas Makassar. Selain itu, menurut data BNPB, hingga Senin (18/1) sebanyak 253 orang mengalami luka berat, 679 orang luka ringan dan sebanyak 19.435 orang mengungsi _(Cnnindonesia.com,_ 19/1/2021).

Bencana lain adalah gunung meletus. Gunung Semeru di Jawa Timur mengeluarkan Awan Panas Guguran (APG) dengan jarak luncur kurang lebih 4,5 kilometer pada Sabtu (16/1) pukul 17.24 WIB. Pada Senin (18/1), Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan DIY juga kembali mengeluarkan awan panas guguran. 


*Ridha dan Sabar*

Berbagai bencana atau musibah tentu merupakan ketetapan atau qadha’ Allah SWT (QS at-Taubah [9]: 51). Tak mungkin ditolak atau dicegah. Sebagai ketetapan _(qadha’)_-Nya, musibah itu harus dilakoni dengan lapang dada, ridha, tawakal dan _istirja’_ (mengembalikan semuanya kepada Allah SWT) serta sabar (QS al-Baqarah [2]: 155-157).  

Orang berakal akan menjadikan sikap sabar sebagai pilihan dalam menyikapi bencana/musibah. Ia meyakini bahwa sebagai manusia ia tak mampu menolak _qadha’_ Allah SWT. Karena itu ia wajib menerima _qadha’_ dan takdir Allah SWT (Lihat: Al-Jazairi, _Mawsu’ah al-Akhlaq,_ 1/137).

Apalagi musibah yang menimpa itu bisa menjadi penghapus dosa-dosa. Rasul saw. bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

_Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan hingga tertusuk duri kecuali Allah pasti menghapus sebagian dosa-dosanya_ (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tentu dosa-dosa terhapus dari orang yang tertimpa musibah jika ia menyikapi musibah itu dengan keridhaan dan kesabaran (Lihat: Ibn Qudamah al-Maqdisi, _Mukhtashar Minhaj al-Qashidin,_ 1/272; As-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, 1/255).


*Manusia Itu Lemah*

Aneka bencana yang terjadi menunjukkan betapa lemahnya manusia. Betapa manusia membutuhkan pertolongan Allah SWT. Betapa tidak layak manusia bersikap membangkang terhadap ketentuan-Nya, bermaksiat serta berani mencampakkan petunjuk dan aturan-Nya. Allah SWT berfirman:

﴿أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (١٦) أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17)﴾

_Apakah kalian merasa aman terhadap (hukuman) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap (azab) Allah yang (berkuasa) di langit saat Dia mengirimkan angin disertai debu dan kerikil? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku_ (TQS al-Mulk [67]: 16-17).

Imam al-Baghawi dalam tafsirnya, _Ma’âlim at-Tanzîl,_ menjelaskan bahwa Ibn Abbas ra. berkata: _“Apakah kamu merasa aman dari yang ada di langit, yakni dari azab Allah Yang ada di langit, saat kalian bermaksiat kepada-Nya. Dia menjungkirbalikkan bumi bersama kalian sehingga bumi berguncang.”_  


*Mengambil Pelajaran*

Kesabaran menghadapi musibah harus disertai perenungan untuk menarik pelajaran guna membangun sikap, tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik. Termasuk untuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.

Dalam semua bencana, ada dua hal yang mesti direnungkan. _Pertama,_ penyebabnya. _Kedua,_ penanganan dan pengelolaan dampak bencana, termasuk rehabilitasi. 

Terkait penyebab bencana, Allah SWT menyatakan bahwa musibah, termasuk bencana alam, memang terjadi sesuai dengan kehendak dan ketentuan-Nya sebagai _qadha’_-Nya (QS at-Taubah [9]: 51). 

Namun demikian, Allah SWT juga memperingatkan, banyak musibah yang terjadi yang melibatkan peran manusia. Allah SWT berfirman:

﴿وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ﴾

_Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)_ (TQS asy-Syura [42]: 30).

Hal itu terlihat dengan jelas dalam kasus musibah banjir. Banjir terjadi ketika neraca air permukaan positif. Neraca air ditentukan empat faktor: curah hujan; air limpahan dari wilayah sekitar; air yang diserap tanah dan ditampung oleh penampung air; dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar. 

Dari semua itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Karena itu dalam bencana banjir, tidaklah bijak jika malah menjadikan curah hujan sebagai kambing hitam. 

Curah hujan hanya satu dari empat faktor. Tiga faktor lainnya sangat dipengaruhi oleh daya dukung lingkungan. Degradasi lingkungan, di hulu dan hilir, juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) berpengaruh besar atas terjadinya bencana banjir dan memperbesar skala dampaknya. 

Persoalan tutupan lahan hingga semakin berkurangnya efektivitas DAS juga menjadi faktor lain yang memperburuk musibah banjir. Akibatnya, ketika memasuki musim hujan, banjir tidak bisa dihindari.

Menurut analis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, tutupan lahan berupa hutan telah hilang di wilayah Kalsel. Akibatnya, ketika hujan deras mengguyur wilayah Kalimantan Selatan selama 10 hari berturut-turut, DAS Barito tidak mampu lagi menampung air hujan sehingga meluap dan menyebabkan terjadinya banjir bandang. Secara keseluruhan, jumlah lahan yang menyusut di wilayah tersebut mencapai 322 ribu hektar. Di lain sisi, perluasan area perkebunan terjadi cukup signifikan yaitu seluas 219 ribu hektar _(Asiatoday.id,_ 18/1/2021).

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Menurut dia, Kalsel berada dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Sebabnya, dari total wilayah seluas 3,7 juta hektar di Kalsel, sebanyak 50 persennya sudah dialihfungsikan menjadi pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. 

Kisworo menjelaskan, tata kelola lingkungan dan sumber daya alam (SDA) di Kalsel sudah cukup rusak dengan daya tampung dan daya dukung lingkungan yang tidak memadai. Hal ini didukung data laporan 2020 yang mencatat, terdapat 814 lubang tambang di Provinsi Kalsel milik 157 perusahaan batubara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi _(Lokadata.id,_ 19/1/2021).

Semua itu patut diduga terjadi karena adanya kolusi antara penguasa dan kekuatan oligarkhi. Dengan pembuatan UU baru seperti UU Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja, semua itu akan terus berlangsung, bahkan bisa makin parah. 

Semua itu berpangkal pada pengadopsian sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). 

Berbagai praktik yang menyebabkan degradasi ekologi itu sendiri merupakan kemaksiatan. Pangkal kemaksiatan tersebut adalah penerapan sistem kapitalisme yang berpangkal pada sekularisme. 

Semua kemaksiatan itu mengakibatkan _fasad_ (kerusakan) di muka bumi. Di antaranya berupa bencana alam dan dampaknya. Semua ini baru sebagian akibat yang Allah SWT timpakan karena berbagai kemaksiatan yang terjadi di tengah manusia. Tujuannya agar manusia segera sadar dan kembali pada syariah-Nya. Allah SWT berfirman:

﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾

_Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah SWT)_ (TQS ar-Rum [30]: 41).

Karena itu, kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar penyebabnya, yakni ideologi dan sistem sekularisme-kapitalisme. Berikutnya, terapkan ideologi dan sistem yang telah Allah SWT turunkan. Itulah ideologi dan sistem Islam. Dengan kata lain, terapkan syariah Islam secara _kaffah_ dalam semua aspek kehidupan. Termasuk dalam pengelolaan lahan/tanah, sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

_WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []_


*Hikmah:*

Rasul saw. bersabda:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

_Syuhada itu ada lima: orang yang mati karena tha’un, orang yang mati karena penyakit perut/diare, orang yang mati tenggelam, orang yang mati tertimpa reruntuhan dan yang meninggal di jalan Allah ‘Azza wa Jalla._ 
(HR Muslim). []

Jumat, 15 Januari 2021

Buletin Dakwah Kaffah Edisi 176[01 Jumada al-Akhirah 1442 H | 15 Januari 2021]JAMINAN SOSIAL YANG SEMPURNA DALAM ISLAM

Buletin Dakwah Kaffah Edisi 176
[01 Jumada al-Akhirah 1442 H | 15 Januari 2021]

JAMINAN SOSIAL YANG SEMPURNA DALAM ISLAM

Pandemi telah berjalan hampir setahun. Ia telah menciptakan problem kesehatan. Pandemi juga memukul perekonomian masyarakat, baik global maupun di Tanah Air. Sektor perekonomian terpuruk. Banyak usaha gulung tikar. PHK meluas. Menteri Tenaga Kerja RI menyebut ada sekitar 3,5 juta warga terkena PHK. Jumlah ini menambah angka pengangguran terbuka di Tanah Air hingga mencapai 10,3 juta jiwa.

Jika keadaan ini berlangsung terus, kehidupan sosial masyarakat makin tertekan. Sebagian berkurang drastis penghasilannya. Sebagian laainnya kehilangan mata pencaharian. Banyak saudara kita yang membutuhkan jaminan kebutuhan hidup dari pihak lain sambil menunggu kesempatan mencari nafkah.

Kewajiban Nafkah

Mencari nafkah adalah salah satu kewajiban yang memiliki banyak keutamaan dalam pandangan Islam. Nabi saw. menyebutkan bahwa harta yang terbaik adalah yang didapat dari jerih payah sendiri, bukan dari pemberian orang lain. Sabda beliau:

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

Lebih baik seseorang bekerja dengan mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya daripada dia meminta-minta (mengemis) kepada orang lain, lalu ada yang memberi dia dan ada yang menolak (HR al-Bukhari).

Kewajiban mencari nafkah ini memiliki rincian dan ketentuan tersendiri dalam Islam. Pertama: Kaum perempuan yaitu ibu, istri, saudara perempuan dan anak perempuan tidak dibebani kewajiban mencari nafkah. Kedua: Kaum lelakilah yang diperintahkan untuk menjamin kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan tempat tinggal bagi tanggungan mereka secara makruf. Allah SWT berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

Kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik (TQS al-Baqarah [2]: 233).

Allah SWT juga berfirman:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ

Tempatkanlah mereka (para istri) di tempat kalian tinggal menurut kemampuan kalian. Janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka (TQS ath-Thalaq [65]: 6).

Nafkah seorang lelaki untuk keluarganya adalah dengan kadar yang makruf, sesuai kelayakan masyarakat, namun juga sesuai kemampuannya dalam memberi nafkah. Tidaklah Allah SWT membebani seseorang di luar batas kemampuannya (Lihat: TQS ath-Thalaq [65]: 7).

Para ayah dan suami, juga anak lelaki wajib, memelihara kebutuhan mereka. Mereka haram menelantarkan anggota keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Nabi saw bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ، عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ

Cukuplah seseorang dinilai berdosa saat dia tidak memenuhi kebutuhan orang-orang yang berada di bawah tanggunganya (HR Muslim).

Kewajiban Sosial

Selain kewajiban nafkah individu, Islam juga menekankan kewajiban sosial. Islam mendorong sesama Muslim untuk mengembangkan sikap peduli dan tolong-menolong terhadap saudaranya yang berada dalam kesulitan. Orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir diingatkan oleh Nabi saw. untuk berjiwa pemurah dan gemar memberikan bantuan kepada sesama Muslim. Bagi mereka ada ganjaran yang besar di sisi Allah SWT. Sabda Nabi saw.:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
 
Siapa saja yang melepaskan kesusahan  seorang Muslim di dunia, Allah akan melepaskan kesusahan dari dia pada Hari Kiamat. Siapa yang memudahkan seorang Muslim yang sedang kesulitan maka Allah akan memudahkan kesulitannya di dunia dan akhirat (HR Muslim).

Setiap Muslim harus selalu ingat bahwa di dalam harta mereka terdapat hak orang lain, yakni orang yang meminta-minta karena kebutuhan, dan mereka yang terhalang mendapatkan harta. Karena itulah sudah semestinya seorang Muslim tidak ragu mengeluarkan sebagian hartanya untuk menolong sesama. Allah SWT berfirman:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta-minta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian (TQS adz-Dzariyat [51]: 19).

Dalam ayat di atas tercantum kata “al-mahrum”. Menurut Qatadah dan az-Zuhri, ia adalah orang miskin yang tidak meminta-minta (lantaran sifat ‘ifffah atau menjaga kemuliaan diri). 

Menjadi pengemis haram hukumnya. Meminta-minta hanya bisa dibenarkan karena tiga alasan, yakni karena menanggung utang orang lain, kehabisan harta sehingga butuh sandaran hidup dan tertimpa kesengsaraan (HR Muslim). 

Mengabaikan kefakiran dan kemiskinan sesama Muslim, terutama tetangganya, merupakan kemaksiatan. Nabi sw. bersabda:

 لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ

Bukanlah Mukmin orang yang kenyang, sementara tetangganya kelaparan sampai menekan lambungnya (HR al-Bukhari).

Kewajiban Negara

Sekuat apapun individu atau masyarakat tetap tidak akan sanggup menangani krisis yang menimpa suatu negeri tanpa peran negara. Karena itulah Islam mewajibkan negara bertanggung jawab penuh menjamin kehidupan sosial rakyatnya. Bukan sekadar menyediakan stok pangan atau obat-obatan. Negara juga wajib memastikan bahwa semua rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, baik dengan harga yang terjangkau, dan atau memberi mereka secara cuma-cuma, terutama warga yang tidak mampu.

Pada masa Nabi saw. jaminan atas kebutuhan hidup rakyat telah berjalan dengan sempurna. Nabi saw. bersabda:

وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَلْيَأْتِنِى فَأَنَا مَوْلاَهُ

Siapa (yang mati) dan meninggalkan utang atau tanggungan, hendaklah ia mendatangi aku karena aku adalah penanggung jawabnya (HR al-Bukhari).

Imam asy-Syaukani berkata, “Ketika Allah SWT memberikan kemenangan (kepada kaum Muslim) pada suatu negeri dan berlimpah harta, maka siapa saja yang meninggal dalam keadaan memiliki utang, ia berhak dilunasi utang-utangnya dari Baitul Mal kaum Muslim.” (Tuhfah al-Ahwadziy, 3/142).

Pada masa Khulafaur Rasyidin pelaksanaan jaminan sosial ini juga terlaksana dengan sempurna. Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., misalnya, pernah terjadi masa paceklik yang berkepanjangan pada tahun 18 Hijrah, usai pelaksanaan ibadah haji. Hampir sepanjang tahun itu hujan tidak turun. Saat itu tanah berwarna kelabu akibat debu. Para ahli sejarah menyebut masa itu sebagai ‘Am Ramadhah (Tahun Abu).

Kelaparan terjadi di mana-mana akibat gagal panen. Ribuan orang berbondong-bondong datang ke Ibukota Khilafah, Madinah. Mereka meminta bantuan negara. Khalifah Umar ra bergerak cepat dengan menyediakan dapur massal. Beliau meminta bantuan pasokan pangan dari para gubernurnya di luar Madinah. 

Abu Ubaidah bin al-Jarrah ra datang dengan membawa 4.000 hewan tunggangan yang dipenuhi makanan. Abu Musa al-‘Asy’ari, Gubernur Basrah (Irak), juga mengirimkan bantuan. Gubernur Mesir, Amr bin al-‘Ash ra., mengirim bantuan makanan dan pakaian yang dikirim lewat darat dan laut. Lewat laut, dia mengirim 20 kapal yang memuat gandum dan lemak. Lewat jalur darat disiapkan 1.000 unta yang mengangkut gandum dan ribuan helai pakaian.

Gubernur Syam, Muawiyah, mengirim 3.000 unta yang membawa gandum, dan 3.000 unta lainnya untuk mengangkut pakaian. Dari Kufah (Irak), datang bantuan 2.000 unta yang membawa gandum. Negara terus melayani dan mencukupi kebutuhan rakyat. Akhirnya, Allah SWT memberikan pertolongan kepada kaum Muslim dan masa kekeringan itu pun berakhir.

Jika Kas Negara atau Baitul Mal tidak mencukupi kebutuhan darurat, Khilafah diizinkan memungut pajak (dharibah) untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun, pungutan pajak ini bersifat temporer. Hanya saat mendesak/darurat. Dalam Islam, tidak semua warga dipungut pajak. Hanya kaum Muslim yang kaya yang dikenakan pajak. Muslim yang bukan kalangan kaya (aghniya’) tidak dipungut pajak. Hebatnya lagi, warga non-Muslim sama sekali tidak dipungut pajak, sekalipun ia kaya. Sabda Nabi saw.:

خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنَى

Sedekah yang paling baik adalah yang berasal dari orang kaya (HR al-Bukhari).

Khatimah

Demikianlah cara sistem Islam menjamin kebutuhan rakyatnya. Bukan dengan aksi pencitraan demi mendapatkan simpati dari rakyat, atau dengan memberi mereka bantuan ala kadarnya. Pada saat yang sama dana untuk kebutuhan rakyat dikorupsi!

Pada masa wabah, para pemimpin Islam seperti Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. bekerja keras menjamin kebutuhan rakyatnya. Bahkan sejarah mencatat Khalifah Umar menjadi kurus dan kulitnya menghitam karena lebih sering berada di luar melayani rakyat ketimbang di dalam ruangan atau rumahnya.

Jangankan melakukan korupsi, Khalifah Umar ra tak sudi memakan makanan yang lebih enak dibandingkan makanan yang disantap rakyatnya pada masa sulit. Pada masa paceklik, beliau hanya makan pakai minyak biasa. Dia mengharamkan atas dirinya menggunakan minyak Samin. Dia pun menekan perutnya dengan jari-jari seraya berkata, "Berbunyilah, engkau tidak akan mendapatkan selain minyak ini sampai semua orang bisa hidup dengan layak."

Jaminan sosial yang sempurna ini tak akan dapat dijumpai melainkan hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah. Sejarah panjang Kekhilafahan Islam selama ratusan tahun telah membuktikan hal itu. 

WalLahu A'lam bi ash-shawab. []

Hikmah:

Rasulullah saw bersabda:

فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Pemimpin rakyat adalah pengurus (mereka). Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. 
(HR Muslim). []

KELUARGA ALLAH ITU PERGI MENINGGALKAN KITA

KELUARGA ALLAH ITU PERGI MENINGGALKAN KITA

Beliau meninggalkan Madinah, kota Nabi, untuk menebarkan Islam di negeri Muslim terbesar ini. Sebagaimana datuk-datuknya, beliau keturunan Yaman.

Saya mengenal beliau dari adiknya, Syaikh Husein Jabir. Beberapa tahun, lalu kami pun pernah umrah bersama. Membersamai beliau di Masjid Nabawi bertemu dengan para Masyayikh

Tekad beliau untuk berjuang dan diwafatkan di negeri ini Allah ijabah. Hari ini, Kamis, 14 Januari 2021, Allah panggil "keluarga-Nya." Allah lebih menyayangi beliau, untuk maksud yang Dia Maha Tahu

Ia seorang pejuang, berjuang meninggalkan tanah kelahirannya dan tanah juang yang sepenuhnya ia cinta

Lalu mengabdikan diri ke tanah air ini, tanah yang jauh dari keluarga yang ia miliki.

Kota Madinah itu suci, ia wangi tanahnya, baik penduduknya berkah rezekinya

Di sana berbaring jasad mulia, jasad sebaik-baik Nabi dari para Anbiya.

Namun, tanah itu ia tinggalkan, ia terbang menuju tanah air kita. Sebuah negeri yang subur akan tumbuhannya tapi entah mengapa mulai tandus keimanannya.

Ia berjuang di sini, di tanah ini. Hingga nafaspun ia akhiri di negeri ini.

Terima kasih Syaikh Ali Jabir, perjuanganmu menjadi pemacu bagi penerus setelahmu.

Banyak pengorbanan telah kau beri, banyak cinta telah kau liputi untuk ummat ini.

Kini, tersisalah kami. Entah apa yang akan kami beri pada ummat ini, entah sebesar apa perjuangan dan sebanyak apa keringat yang berkucur untuk agama ini.

Syaikh, kami mencintaimu karena Allah. 

Terima kasih Syaikh Ali Jabir, kami sangat kehilangan dirimu.
Semoga Allah merahmatimu.

Selamat Jalan Wahai Kekasih Allah.. 

Cahaya Allah yang kau sebarkan tak redup walau ragamu telah tiada.

رحمك الله، شيخنا الجليل، رحمة واسعة، وأدخلك الله في جنته..

Kamis, 07 Januari 2021

*Perlindungan Darah, Harta dan Kehormatan*

*Perlindungan Darah, Harta dan Kehormatan*

[Catatan #NgajiShubuh Syarah dan Kritik Hadits Bab Fitnah dalam Jami' Tirmidzi]

Pada Bab Fitnah dalam al-Jami' al-Tirmidzi disebutkan sebuah hadits (No. 2159) sbb: 

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ لِلنَّاسِ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا يَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ أَلَا لَا يَجْنِي جَانٍ عَلَى وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ عَلَى وَالِدِهِ أَلَا وَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي بِلَادِكُمْ هَذِهِ أَبَدًا وَلَكِنْ سَتَكُونُ لَهُ طَاعَةٌ فِيمَا تَحْتَقِرُونَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَسَيَرْضَى بِهِ

Telah menceritakan kepada kami Hannad; telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Syabib bin Gharqadah dari Sulaiman bin 'Amr bin al-Ahwash dari bapaknya, dia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda ketika haji wada': "Hari apakah ini?" Mereka pun menjawab, "Hari haji akbar." Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram (untuk dirusak) di antara kalian sebagaimana haramnya (sucinya) hari ini, di negeri kalian ini. Ketahuilah, janganlah seseorang berbuat aniaya kecuali kepada dirinya sendiri, janganlah seseorang berbuat aniaya kepada anaknya dan jangan juga seorang anak kepada orang tuanya. Ketahuilah, sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di negeri kalian ini selamanya, namun akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal perbuatan yang kalian remehkan sehingga dia akan ridha kepadanya." 

قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي بَكْرَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَجَابِرٍ وَحِذْيَمِ بْنِ عَمْرٍو السَّعْدِيِّ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَرَوَى زَائِدَةُ عَنْ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ نَحْوَهُ وَلَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ شَبِيبِ بْنِ غَرْقَدَةَ

Abu Isa (al-Tirmidzi) berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bakrah, Ibnu Abbas, Jabir dan Hidzyam bin Amr al-Sa'di, dan hadits ini hasan shahih. Za'idah telah meriwayatkan hadits yang semakna dari Syabib bin Gharqadah, dan kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syabib bin Gharqadah.

Pada catatan kritik sanad (naqd al-sanad), ada beberapa hal yang menarik, diantaranya: adanya syawahid pada kesendirian riwayat di atas (imam Tirmidzi menyebutkan 4 Shahabat lainnya), madar isnadnya ada pada Syabib bin Gharqadah, sanadnya muttashil (mu'asharah, liqa' dan sama') dan semua rawinya maqbul dengan beragam penilaian ta'dil dari para ulama jarh wa ta'dil. 

Pada catatan kritik matan (naqd al-matn), semua jalur baik mutabi' maupun syawahidnya menunjukkan makna yang sama. Hadits tsb terkategori muhkam, bukan mukhtalif, karena tidak ada kontradiksi pada matannya. 

Imam Tirmidzi menilai hadits ini Hasan Shahih. 

Perlindungan terhadap darah, nyawa dan kehormatan kaum muslimin ini disampaikan oleh Nabi sebanyak 3 kali di momen Haji Wada', yakni pada Hari Arafah, Hari Raya dan Hari Tasyrik. Ditinjau dari seluruh riwayat terkait Khuthbah Haji Wada', maka pesan Nabi dalam momen itu adalah pesan politik. Alasanya karena Rasulullah berbicara dalam konteks kepemimpinan, ketaatan dan dan perlindungan umat. 

Hal menarik lainnya dari sisi penjelasan hadits ini adalah secara mafhum, bahwa pemimpin wajib melindungi darah, harta, dan kehormatan umat Islam. Kepemimpinan semacam ini yang disebutkan oleh Nabi dalam hadits lain sebagai "junnah" atau perisai. Tanpa imam, umat Islam tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatanya. 

Kaitannya dengan zaman fitnah, inilah yang akan terjadi pada era fitnah, dimana tidak ada jaminan perlindungan darah, harta, dan kehormatan. Oleh karenanya harus ada imam sebagai perisai (khalifah). 

Bandung, 10 April 2020
Yuana Ryan Tresna


https://t.me/yuanaryantresna
===

Senin, 04 Januari 2021

TEGAR BERKATA YANG BENAR

Nafais Tsamarat

TEGAR BERKATA YANG BENAR

Banyak yang ragu untuk berkata benar. Hanya karena masih memperhatikan penilaian dan ridha manusia. Imam Ahmad bin Hanbal telah meninggalkan pesan yang amat dalam,
‏.
تركت رضى الناس حتى قدرت أن أتكلم بالحق.

"Aku tinggalkan ridha manusia, hingga aku mampu untuk berbicara menyampaikan kebenaran." [Siyar A’lam an-Nubala', 11/34]

Hari ini, banyak yang ragu bahkan takut untuk jujur mengatakan bahwa Islam adalah solusi. Bukan demokrasi. Umat juga kian bingung, tokoh mana yang harus diikuti, karena sebagian mereka menyembunyikan kebenaran itu. 

Imam Al Ghazali pernah menyampaikan suatu resep penting, 

اعلم أن من عرف الحق بالرجال حار في متاهات الضلال فاعرف الحق تعرف أهله إن كنت سالكاً طريق الحق وإن قنعت بالتقليد والنظر إلى ما اشتهر من درجات الفضل بين الناس فلا تغفل عن الصحابة وعلو منصبهم فقد أجمع الذين عرضت بذكرهم على تقدمهم وأنهم لا يدرك في الدين شأوهم ولا يشق غبارهم ولم يكن تقدمهم بالكلام والفقه بل بعلم الآخرة وسلوك طريقها

"Ketahuilah bahwa siapa yang mengukur kebenaran dengan tokoh, ia akan tersesat dalam lembah kebingungan. Maka kenalilah kebenaran, pasti kamu akan tahu siapa pemiliknya, jika kamu benar-benar ingin meniti jalan kebenaran.

Tapi jika kamu hanya puas dengan ikut-ikutan dan melihat tren ketokohan manusia, maka jangan lupa tentang shahabat dan ketinggian derajat mereka yang tidak tertandingi. Semua itu diperoleh bukan melalui jalur kalam atau fikih, melainkan melalui jalur ilmu akhirat dan meniti jalannya." [Ihya Ulumiddin, 1/173]. 

Cukuplah bagi kita -para pengemban kebenaran- hadits Nabi berikut sebagai motivasi, 

لاَ يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ.

"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang membela (kebenaran) hingga ketetapan Allah datang kepada mereka dan mereka dalam keadaan menang." [HR. Bukhari]. YRT

===

CHANNEL TELEGRAM: 
https://t.me/tsaqofah_id

*TSAQOFAH.ID*
_Pusat Kajian Tsaqafah dan Turats Islam_

Follow, like, comment, and share:
https://yubi.id/tsaqofahid
===