Selasa, 19 Oktober 2021

PESAN PENTING MAULID NABI MUHAMMAD SAWBuletin Kaffah No. 214 (08 Rabiul Awwal 1443 H/15 Oktober 2021 M)

PESAN PENTING MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Buletin Kaffah No. 214 (08 Rabiul Awwal 1443 H/15 Oktober 2021 M)

Mayoritas umat Islam meyakini bahwa mengenang momentum Hari Kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad saw. sangatlah penting. Tidak lain agar kita mampu menjadikan beliau sebagai satu-satunya sosok pegangan, model perilaku dan suri teladan (uswah) dalam semua aspek kehidupan. Sungguh dalam diri Rasulullah saw. terdapat suri teladan dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

Mengenang kelahiran Nabi saw. juga agar kita bisa merealisasikan teladan beliau dalam menjalani hidup dan menata kehidupan. Dengan itu kita bisa sukses dunia dan akhirat. Semua teladan itu bisa kita dapati pada diri Rasul saw. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir serta banyak menyebut Allah (TQS al-Ahzab [33]: 21).

Nabi saw. adalah orang yang paling keras mujâhadah-nya dalam beribadah. Padahal beliau adalah sosok yang maksum (terbebas dari dosa) dan dijamin pasti masuk surga. Mujâhadah beliau dalam beribadah itu agar beliau menjadi hamba yang bersyukur.

Beliau juga adalah pribadi yang paling mulia akhlaknya. Aisyah ra. menyebut akhlak beliau adalah al-Quran. Aisyah ra. berkata, “Rasulullah adalah orang yang paling mulia akhlaknya. Tidak pernah berlaku keji. Tidak mengucapkan kata-kata kotor. Tidak berbuat gaduh di pasar. Tidak pernah membalas dengan kejelekan serupa. Akan tetapi, beliau pemaaf dan pengampun.” (HR Ahmad).

Beliau pun paling baik terhadap wanita. Beliau juga teladan terbaik dalam bertetangga, bergaul, berteman, berkawan dan bermuamalah. Dalam semua itu kita diperintahkan untuk menjadikan beliau sebagai teladan dan model panutan.

Kehadiran Rasulullah saw. dengan Islamnya di tengah-tengah umat manusia adalah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan mereka. Baik dalam lingkup akidah, ibadah, muamalah hingga siyasah (politik). Jelas, Islam datang untuk mengatur kehidupan manusia, bukan untuk diatur oleh manusia sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang sekuler liberal.

Teladan Rasul saw. bukan hanya dalam aspek akidah, spiritual, moral dan sosial saja. Tidak boleh keteladanan beliau hanya dibatasi pada aspek-aspek itu saja. Sebab jika demikian, hal itu sama saja mengerdilkan sosok beliau. Beliau juga memberikan teladan kepemimpinan dalam bernegara, berpolitik dalam dan luar negeri, menjalankan pemerintahan, menerapkan hukum dan menyelesaikan persengketaan.

Teladan Rasul saw. dalam semua aspek itu harus kita contoh. Kita harus berusaha merealisasikan keteladanan beliau di dalam menjalani hidup dan mengelola kehidupan. Hal itu sebagaimana yang Allah SWT perintahkan kepada kita:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah amat keras hukuman-Nya (TQS al-Hasyr [59]: 7).

Topik pembicaraan ayat ini memang berkenaan dengan harta ghanîmah dan fay’ (harta rampasan perang). Namun demikian, makna ayat ini bersifat umum; meliputi segala yang Rasul saw. berikan dan segala yang beliau larang, termasuk di dalamnya perkara fay’. (Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, 4/503).

Maka dari itu, kita harus totalitas menjadikan Rasulullah saw. sebagai panutan dan suri teladan dalam segala aspek, baik dalam aspek individu, keluarga maupun negara; kecuali tentu saja hal-hal yang menjadi kekhususan bagi beliau saja (khawâsh ar-Rasûl) sebagaimana diterangkan oleh para ulama ushul.

Salah satu aspek teladan Rasul saw. yang saat ini penting untuk diaktualisasikan adalah teladan kepemimpinan Rasul saw. Teladan kepemimpinan Rasul saw. itu, ketika diaktualisasikan di tengah kehidupan, akan bisa menyelesaikan problem-problem yang mendera masyarakat modern ini, sekaligus membawa pada kehidupan yang dipenuhi ketenteraman dan berkah. Bagi kita, kaum Muslim, hal itu tentu kita yakini seiring dengan keyakinan kita terhadap Islam yang Rasul saw. bawa kepada kita.

Rasulullah Muhammad saw. bukan hanya pemimpin spiritual (za’îm rûhi), tetapi juga pemimpin politik (za’îm siyâsi). Dalam konteks saat ini, beliau dapat disebut sebagai pemimpin negara (ra’îs ad-dawlah). Allah SWT berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ

Tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk ditaati dengan izin Allah (TQS an-Nisâ` [4]: 64).

Ayat ini menegaskan bahwa kehadiran Rasulullah saw. tidak sebatas penyampai risalah semata. Beliau sekaligus juga pemimpin yang wajib ditaati setiap perintah dan larangannya. Hal ini ditegaskan dalam ayat selanjutnya, bahwa di antara bukti kesempurnaan iman adalah menjadikan Rasul saw. sebagai hakim dan menerima apapun keputusan beliau tanpa ada keberatan sedikitpun. Sepeninggal Rasul saw., hal itu adalah dengan menjadikan syariah sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara (lihat: QS an-Nisâ` [4]: 65).

Rasul saw. juga memberikan teladan bagaimana menjalankan sistem pemerintahan Islam. Beliau membangun struktur Negara. Beliau menunjuk dan mengangkat para penguasa baik mu’awin, wali maupun ‘amil. Beliau menunjuk dan mengangkat para panglima dan komandan pasukan. Beliau membentuk kepolisian dan mengangkat kepala polisinya. Beliau mengangkat qâdhi (hakim) untuk berbagai wilayah. Beliau juga mengangkat para pegawai administratif yang disebut kâtib untuk berbagai urusan. Semua itu merupakan penjelasan atas kewajiban menerapkan hukum-hukum Islam.

Sebagai kepala negara di Madinah, Rasul saw. menerapkan syariah Islam secara menyeluruh sejak awal Negara Islam berdiri. Hal itu tertuang nyata di dalam Shahîfah atau Watsîqah al-Madînah (Piagam Madinah): “Jika kalian berselisih dalam suatu perkara, tempat kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kepada Muhammad saw…Apapun yang terjadi di antara pihak-pihak yang menyepakati piagam ini, berupa suatu kasus atau persengketaan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, tempat kembali (keputusan)-nya adalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan kepada Muhammad Rasulullah saw.” (Ibnu Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyyah, I/503-504).

Dalam menerapkan syariah Islam itu, Rasul saw. sangat konsisten. Misalnya, beliau menolak permintaan untuk meringankan hukuman terhadap wanita terpandang yang mencuri, meski permintaan itu disampaikan oleh orang yang sangat dekat dengan beliau. Bahkan ketika itu beliau bersabda, “Wahai manusia, sungguh orang-orang sebelum kalian itu binasa karena bila yang melakukan pencurian itu orang terpandang, mereka biarkan. Namun, bila yang mencuri itu kalangan rakyat jelata, mereka menerapkan hukuman atasnya. Demi Allah, kalau saja Fathimah putri Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya.” (HR Muslim).

Rasul saw. juga menyatukan dan melebur masyarakat yang beliau pimpin menjadi satu kesatuan umat dengan ikatan yang kokoh, yakni ikatan akidah Islam. Beliau sekaligus melenyapkan ikatan-ikatan ‘ashabiyyah jâhiliyah, seperti ikatan kesukuan dan kebangsaan. KH Hasyim Asy’ari rahimahulLâh melukiskan, “Lalu hilanglah perbedaan-perbedaan kebangsaan, kesukuan, bahasa, mazhab dan nasionalisme yang selama ini menjadi penyebab permusuhan, kebencian dan kezaliman. Masyarakat pun–atas nikmat Allah–berubah menjadi bersaudara. Jadilah orang Arab, orang Persia, orang Romawi, orang India, orang Turki, orang Eropa dan orang Indonesia semuanya berperan saling menopang satu sama lain sebagai saudara yang saling mencintai karena Allah. Tujuan mereka semua hanya satu, yaitu menjadikan kalimat Allah menjadi unggul dan kalimat setan menjadi hina. Mereka mengabdi demi Islam dengan ikhlas. Semoga Allah mengganjar mereka dengan sebaik-baik balasan. Inilah Salman al-Farisi, Shuhaib ar-Rumi, Bilal al-Habasyi, dan yang lainnya. Mereka adalah di antara yang beriman kepada Allah dengan ikhlas, memperjuangkan dan menolong Islam dengan segala kekuatan yang mereka miliki, memprioritaskan kepentingan Islam di atas kepentingan bangsa dan kaum mereka. Ini karena mereka memandang bahwa ketaatan kepada Allah adalah di atas segalanya dan bahwa kebaikan atas kemanusiaan ada pada pengabdian mereka pada Islam.” (KH Hasyim Asy’ari, Irsyâd al-Mu`minîn ilâ Sîrah Sayyid al-Mursalîn, hlm 44).

Rasul saw. juga memimpin umat untuk menjalankan misi agung menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Islam dan penerapannya secara totalitas akhirnya merambah ke berbagai negeri menebarkan rahmat di setiap jengkalnya.

Ketika Rasul saw. wafat pada 12 Rabiul Awwal 11 H, kepemimpinan beliau itu dilanjutkan oleh para sahabat dalam sistem Khilafah selama era Khulafaur Rasyidin. Kepemimpinan itu merupakan sunnah Khulafaur Rasyidin yang juga Rasul saw. perintahkan untuk kita pegangi.

Alhasil, semua keteladanan Nabi saw. itu harus diteladani secara totalitas, termasuk keteladanan dalam kepemimpinan. Meneladani kepemimpinan Nabi saw. bukan hanya meneladani beliau sebagai sosok pemimpin, tetapi juga meneladani dan merealisasikan sistem yang beliau gariskan dan contohkan, yaitu sistem Islam, melalui penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Termasuk syariah Islam tentang Khilafah. []

---*---

Hikmah:

Rasulullah saw. bersabda:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ فَتَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ 

“Oleh karena itu kalian wajib berpegang pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah pada sunnah itu dan gigitlah itu erat-erat dengan gigi geraham.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi). []

---*---

Download file PDF versi mobile:
http://bit.ly/kaffah214m

Download file PDF versi cetak:
http://bit.ly/kaffah214

Jumat, 15 Oktober 2021

ISLAM YA ISLAM, TANPA EMBEL-EMBELBuletin Dakwah Kaffah No. 213 (01 Rabiul Awwal 1443 H/08 Oktober 2021 M)

ISLAM YA ISLAM, TANPA EMBEL-EMBEL

Buletin Dakwah Kaffah No. 213 (01 Rabiul Awwal 1443 H/08 Oktober 2021 M)

Saat ini, salah satu proyek yang sedang ramai dijalankan, adalah proyek moderasi agama. Proyek ini menjadikan Islam dan kaum Muslim sebagai sasaran utamanya. Proyek ini tidak bisa dilepaskan dari pengarusutamaan Islam moderat. Proyek moderasi agama bertujuan untuk menancapkan paham Islam moderat dan menjadikan kaum Muslim menjadi Muslim moderat. Proyek ini menyasar para guru agama, mahasiswa, kaum milenial hingga kalangan pesantren. 

Islam Moderat

Menurut Janine A Clark, Islam moderat adalah “Islam” yang menerima sistem demokrasi. Sebaliknya, Islam radikal adalah Islam yang menolak demokrasi dan sekularisme. Moderasi Islam dalam pengertian ini bermakna membangun Islam yang menerima demokrasi dan kesetaraan gender (Tazul Islam, Amina Khatun, Islamic Moderate in Perspectives: A Comparison Between Oriental and Occidental Scholarships, International Journal of Nusantara Islam, Volume 03, No.2, 2015).

Moderasi Islam bisa dimaknai sebagai proses menjadikan Muslim sebagai Muslim moderat. Karakter Muslim moderat dapat dipahami, salah satunya, dari sebuah buku yang dikeluarkan oleh Rand Corporation tahun 2007, berjudul Building Moderate Muslim Network, pada bab 5 tentang Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World (Peta Jalan untuk Membangun Jaringan Moderat di Dunia Muslim). Buku ini termasuk salah satu rujukan tentang Muslim moderat. Dalam salah satu anak judulnya dijelaskan tentang karakteristik Muslim moderat (Characteristics of Moderate Muslims). Muslim moderat adalah orang yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi. Termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme; menerima sumber-sumber hukum non-sektarian; serta melawan terorisme dan bentuk-bentuk legitimasi terhadap kekerasan (Angel Rabasa, Cheryl Benard et all, Building Moderate Muslim Network, hlm. 66, RAND Corporation, 2007).

Alhasil, Islam moderat adalah pemahaman Islam yang disesuaikan dengan pemikiran, pemahaman dan peradaban Barat. Dengan demikian Muslim moderat adalah sosok Muslim yang menerima, mengadopsi, menyebarkan dan menjalankan pemahaman Islam ala Barat.

Makna Umat[an] Wasath[an]

Pemahaman Islam moderat lalu dibungkus dengan istilah Islam wasathiyah. Wasathiyah diambil dari istilah al-Quran, wasath[an] (pertengahan). Inilah yang Allah jadikan sebagai salah satu sifat umat Islam. Namun, istilah wasath[an] ini hanya dicomot dan dijadikan sebagai “wadah”, sementara isinya dijejali dengan pemahaman Islam moderat yang tidak lain adalah Islam yang sesuai selera Barat. 

Karena itu penting untuk mengembalikan istilah wasath[an] ke makna yang sebenarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh al-Quran. 

Secara bahasa, makna al-wasath adalah sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding, pertengahan (Raghib al-Isfahani, Mufradat Alfâzh al-Qur’ân, jilid II, entri w-s-th). Kata ini juga bisa bermakna sesuatu yang terjaga, berharga dan terpilih karena tengah adalah tempat yang tidak mudah dijangkau: tengah kota (Ibnu ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, II/17). 

Allah SWT berfirman:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا 

Demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat[an] wasath[an] agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian (TQS al-Baqarah [2]: 143).

Imam ath-Thabari dalam menjelaskan makna wasath[an] tersebut menukil 13 riwayat yang menunjukkan kata al-wasath bermakna adil (al-‘adlu). Pasalnya, hanya orang-orang yang adil yang bisa bersikap seimbang dan bisa disebut sebagai orang pilihan. Abu Said al-Khudri ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda tentang firman Allah SWT:

وَكَذَالِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا قَال: عُدُوْلًا

Demikian pula Kami menjadikan kalian umat yang wasath[an]. Beliau berkata, “(yakni) yang adil.” (HR al-Bukhari, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Selain bermakna adil, menurut Mahmud Syaltut, ummat[an] wasath[an] juga berarti umat pilihan (Mahmud Syaltut, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, hlm. 7). 

Syaikh ’Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah menjelaskan bahwa Allah SWT menjadikan umat Muhammad saw. sebagai umat yang adil di antara semua umat untuk menjadi saksi atas mereka. Allah SWT menjadikan umat ini dengan sifat (al-ummah al-wasath), yakni umat yang adil untuk menjadi saksi atas manusia. Keadilan merupakan syarat pokok untuk bersaksi. Al-Wasath dalam perkataan orang-orang Arab bermakna al-khiyâr (pilihan). Orang terpilih dari umat manusia adalah mereka yang adil (‘Atha bin Khalil, At-Taysîr fî Ushûl at-Tafsîr: Surah al-Baqarah, hlm. 177).

Jadi makna umat Islam sebagai umat[an] wasath[an], yakni umat yang adil. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempat semestinya, yakni sesuai syariah. Untuk menjadi umat[an] wasath[an], umat Islam tidak boleh melampaui batas seperti kaum Nasrani, di antaranya dengan membuat hukum sendiri; juga tidak boleh enggan dan lalai seperti Yahudi yang enggan dan tidak mau menerapkan syariah mereka. Untuk menjadi umat[an] wasath[an] umat Islam justru harus mengambil dan menerapkan totalitas syariah Islam. Tidak membuat hukum sendiri yang bertentangan dengan syariah Islam.

Islam yang Sebenarnya

Kita hidup di dunia ini bukan atas kehendak kita sendiri, tetapi atas kehendak Allah SWT. Bagaimana kita menjalani hidup dan mengelola kehidupan dunia ini tidak boleh menurut keinginan kita sendiri, melainkan harus mengikuti apa yang Allah kehendaki. Untuk itu kita harus mengambil dan mengikuti ‘manual book’ yang telah diberikan oleh Allah SWT, yakni al-Quran dan as-Sunnah, dalam mengelola kehidupan ini.

Satu perkara yang sudah jelas, Allah SWT memerintahkan kita untuk berislam atau beragama secara kaffah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

As-Samarqandi (w. 373 H) menjelaskan maknanya, “…Masuklah kalian ke dalam semua syariah Islam dan jangan kalian mengikuti langkah-langkah setan…” (As-Samarqandi, Bahru al-‘Ulûm, 1/173).

Al-Hafizh Ibnu Katsir juga menjelaskan, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan Rasul-Nya agar masuk ke semua simpul dan syariah Islam serta mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangannya semampu mereka.

Jadi dalam berislam, kita diperintahkan untuk mengambil Islam dan syariahnya secara keseluruhan. Kita tidak boleh berislam model prasmanan. Yang menarik diambil, yang enak diikuti dan yang mudah dijalankan. Sebaliknya, yang tidak menarik tidak diambil, yang tidak mengenakkan tidak diikuti dan yang sulit tidak dijalankan.

Sudah jelas Allah SWT memerintahkan kita untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali kalian tetap dalam keadaan Muslim (TQS Ali Imran [3]: 102).

Imam al-Baidhawi (w. 685 H) menjelaskan, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan (menjalankan) apa saja yang diwajibkan, yaitu mengerahkan segenap upaya dalam melakukan kewajiban dan menjauhi keharaman.” (Al-Baydhawi, Anwâru at-Tanzîl wa Asrâru at-Ta`wîl, 1/373).

Dalam menjalankan perintah takwa ini, Allah SWT berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Karena itu bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian (TQS at-Taghabun [64]: 16).

Rasul saw. juga bersabda:

فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنِ الشَّيْءِ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِالشَّيْءِ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Karena itu jika aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah dan jika aku memerintahkan sesuatu maka lakukan sesuai kemampuan kalian (HR al-Bukhari, Muslim, Ahmad, al-Humaidi, Ibnu Hibban dan Abu Ya’la).

Allah SWT pun memerintahkan kita untuk menjadi penolong agama-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنصَارَ اللَّهِ

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong (agama) Allah (TQS ash-Shaff [61]: 14).

Menurut Imam al-Baghawi (w. 510 H) dalam Ma’âlim at-Tanzîl, maknanya adalah: jadilah kalian penolong agama Allah. Adapun menurut Imam al-Maturidi (w. 333 H) dalam Ta`wîlâtu Ahli as-Sunnah, ‘menolong Allah’ bermakna menolong agama-Nya atau Rasul-Nya. 

Jika seorang Muslim mengambil Islam dan syariahnya secara kaffah, bertakwa dengan sebenar-benarnya dengan menjalankan semua yang diperintahkan semaksimal kemampuan dan meninggalkan apa yang dilarang, serta menolong dan membela agama-Nya, lantas dia disebut apa? Yang jelas dia adalah seorang Muslim sebagaimana yang Allah perintahkan dan Dia ridhai. Jika Muslim semacam ini dianggap bukan sosok Muslim moderat atau ia dituding sebagai Muslim radikal atau sebutan stigmatik lainnya, semua itu tidak ada arti dan nilainya selama Allah SWT ridha.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

---*---

Hikmah:

Rasul saw. bersabda:

مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

Siapa saja yang mencari ridha Allah meski harus menanggung kemarahan manusia, Allah pasti akan menyelamatkan dirinya dari kezaliman manusia. Siapa saja yang mencari ridha manusia dengan sesuatu yang bisa mendatangkan kemurkaan Allah, Allah akan menyerahkan urusannya kepada manusia. (HR at-Tirmidzi dan Ibnu al-Mubarak). []

---*---

Download file PDF versi mobile:
http://bit.ly/kaffah213m

Download file PDF versi cetak:
http://bit.ly/kaffah213

Minggu, 03 Oktober 2021

MEWASPADAI BAHAYA KOMUNISMEBuletin Dakwah Kaffah No. 212 (23 Safar 1443 H/01 Oktober 2021 M)

MEWASPADAI BAHAYA KOMUNISME

Buletin Dakwah Kaffah No. 212 (23 Safar 1443 H/01 Oktober 2021 M)

Setiap bulan September kaum Muslim di negeri ini selalu diingatkan dengan tragedi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965. Saat itu PKI, dengan menggunakan Pasukan Pengawal Presiden Tjakrabhirawa, melakukan kudeta dengan menculik dan membunuh 7 perwira tinggi TNI. 

Peristiwa yang terjadi pada bulan itu hanyalah rangkaian dari gerakan makar kelompok komunis di Tanah Air. Secara bertahap para pengikut komunis/PKI melakukan berbagai intimidasi, pelecehan agama bahkan kekerasan dan pembunuhan yang menentang ideologi komunisme, terutama yang berasal dari umat Muslim. Ribuan Muslim, khususnya santri dan kiai, diculik dan dibunuh secara keji. 

Karena itu kaum Muslim harus selalu mewaspadai penyebaran ideologi sesat ini. Apalagi belakangan muncul keinginan segelintir orang yang ingin menghidupkan lagi paham tersebut.

Komunisme Tidak Mati

Sebuah ideologi tidaklah punah dari muka bumi selama masih ada penganutnya. Begitu pula dengan Komunisme. PKI memang telah dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Komunisme, sebagai ideologinya, juga sudah dilarang. Namun, simbol-simbolnya sering dijumpai di masyarakat. Berbagai pertemuan dan kajian seputar komunisme juga terus berlangsung. Malah ada seorang anggota DPR yang orangtuanya anggota PKI secara terbuka membuat buku berjudul Aku Bangga Jadi Anak PKI.

Mereka juga melakukan sejumlah langkah agar komunisme dan PKI bisa kembali eksis di Tanah Air. Pertama, memutarbalikkan sejarah. Para pendukung komunisme paham bahwa umat Muslim di Tanah Air trauma dengan kekejaman PKI. Untuk itulah mereka melakukan upaya memutarbalikkan sejarah. Sering mereka menyatakan bahwa mereka justru korban, bukan pelaku pemberontakan. Mereka juga mengklaim banyak anggota dan simpatisan PKI yang dibunuh oleh aparat maupun oleh umat Muslim. 

Pada 2016, di Jakarta diselenggarakan Simposium Kerukunan Nasional yang diselenggarakan Lemhanas. Dihadiri sebagian besar eks PKI dan para pendukungnya. Mereka menyuarakan bahwa PKI tidak bersalah. Mereka menuntut Pemerintah RI untuk meminta maaf, melakukan rehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada anggota PKI yang menjadi korban pada tahun 1965.

Tindakan ini menutupi fakta kalau PKI telah melakukan pembunuhan secara sistematis terhadap siapa saja yang dianggap musuh, terutama umat Islam. Pada tahun 1948, di bawah pimpinan Muso, Amir Sjarifuddin dan DN Aidit, PKI melancarkan serangan terhadap umat Muslim. Pondok-pondok pesantren seperti Pesantren Takeran dan Gontor diserang dan dirusak. Kitab al-Quran dirobek atau diinjak. Kitab-kitab kuning juga turut dimusnahkan. Ribuan warga, terutama kiai dan santri, aparat keamanan dan aparat Pemerintah, dieksekusi dengan cara keji. Jasad mereka dibuang ke berbagai tempat, termasuk ke dalam sumur-sumur dalam keadaan sudah dirusak. 

Kedua, berupaya mencabut TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang melarang keberadaan PKI dan paham komunisme. Berkali-kali sejumlah kalangan mendesak pencabutan tersebut dengan alasan rekonsiliasi nasional, maka negara harus mengayomi semua pihak termasuk para penganut ideologi komunisme. 

Ketiga, menyerang Islam dan para ulama lurus. Sejak ideologi komunisme berdiri, permusuhan dan kebencian diarahkan pada Islam dan kaum Muslim. Tokoh-tokoh pendiri komunis seperti Lenin ataupun Stalin menampakkan permusuhan terhadap agama. Usai Revolusi Bolshevik, Lenin dan Stalin membunuh jutaan Muslim, termasuk imam masjid dan ulama di seluruh wilayah kekuasaan mereka. Masjid-masjid dan madrasah ditutup. Ada juga yang dijadikan kandang babi oleh pemerintah komunis. Pengajaran agama Islam sudah jelas dilarang.

Di Tanah Air, pada masa Orde Lama (Orla), kebencian PKI dan para pendukungnya terhadap umat Islam dan ormas-ormasnya ditampakkan dengan menghina ajaran Islam seperti membuat pentas seni dengan judul Matine Gusti Allah dan Gusti Allah Mantu. Tokoh-tokoh PKI juga menghasut Pemerintah Orla untuk membubarkan Partai Islam Masjumi dan menangkapi tokoh-tokohnya. Sejumlah ulama dan tokoh Islam seperti Buya Hamka, M Natsir dan KH Sholeh Iskandar dipenjara tanpa pengadilan. Selain mengalami penyiksaan di dalam penjara, keluarga mereka juga dimiskinkan atas perintah rezim Orde Lama.

Kini, berbagai serangan dan hinaan terhadap ajaran Islam kembali marak. Penghinaan terhadap bendera tauhid. Cacian terhadap para santri penghapal al-Quran. Tuduhan terhadap Islam sebagai agama kearab-araban. Sebutan ‘kadrun’ atau kadal gurun. Menentang penerapan syariah Islam. Memusuhi hukum jihad dan kewajiban khilafah. Tragisnya, tak sedikit kaum Muslim yang ikut-ikutan menyerang agama mereka sendiri. Dalihnya adalah membela Tanah Air dari ajaran asing, yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.

Kecemasan umat juga bertambah dengan berkali-kali terjadi serangan terhadap para mubaligh dan ustadz di Tanah Air. Serangan terhadap ulama, mubaligh dan tokoh Islam kini berulang terjadi. Semua pelakunya dinyatakan sakit jiwa. Apakah serangan ini adalah kebetulan belaka? Sementara seorang tokoh intelijen, Soeripto, mengatakan bila orang gila bisa digerakkan untuk melakukan operasi penyerangan.

Kembali pada Islam

Dengan menelusuri sejarah kita akan melihat bahwa menguatnya komunisme di Tanah Air disebabkan oleh dua hal: Pertama, adanya pembiaran terhadap ideologi komunisme hingga terus berkembang. Termasuk membiarkan berbagai sikap anti ulama lurus, anti syariah, anti Tuhan, juga adu domba antar kelompok masyarakat.

Kedua, komunisme berkembang karena kelemahan pemahaman Islam di tengah umat dan kurangnya kesadaran politik Islam. Tidak sedikit muslim yang menganut ideologi komunisme dan memperjuangkannya tanpa tahu kebatilan dan kesesatannya.

Komunisme adalah ideologi batil, sesat dan bertentangan dengan ajaran Islam baik dengan akidah maupun syariatnya. Begitupula haram hukumnya bergabung dengan kelompok yang menganut dan memperjuangkan komunisme. Dasar dari paham komunisme adalah materialisme, yakni meyakini materi sebagai asal kehidupan, dan menolak Allah sebagai al-Khaliq. Bahkan komunisme mengajarkan kebencian pada agama dan pada umat beragama. Ideologi ini menghalalkan kekerasan untuk perubahan masyarakat, terutama menyerang dan membunuhi para ulama.

Sementara itu Islam adalah agama dan sistem kehidupan yang sempurna. Mengatur seluruh aspek kehidupan. Seorang muslim juga wajib mengimani tidak ada agama, aturan dan ideologi yang diterima Allah kecuali Islam. Allah SWT berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sungguh agama (yang diterima dan diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam (TQS Ali Imran [3]: 19).

Imam Ibnu Katsir menerangkan: Ayat ini merupakan kabar dari Allah SWT bahwa tidak ada agama seseorang yang diterima di sisi-Nya selain Islam (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 2/25).

Dengan demikian haram seorang Muslim yang mengaku beriman, mengerjakan shalat dan shaum, tetapi meyakini komunisme sebagai sistem kehidupannya, atau aturan politik dan ekonominya. Sebab, Allah SWT telah memerintahkan setiap Muslim untuk mengamalkan seluruh syariah Islam secara totalitas. Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Demikian pula haram hukumnya bagi umat membela ideologi selain Islam seperti komunisme dan kapitalisme, haram pula menyebarkannya, memfasilitasi ide-ide mereka, apalagi ikut-ikutan memusuhi agama Islam. Allah SWT. mengingatkan:

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka (TQS. Al Mujadilah : 22)

Selain komunisme, sesungguhnya umat juga sedang terancam oleh ideologi kapitalisme yang sudah mencengkeram negeri ini. Kapitalisme-liberalisme, melalui para pengusungnya, menyebabkan berbagai kekayaan alam dikuasai asing. Negeri ini juga dijajah lewat utang luar negeri. Pada saat yang sama, kehidupan sosial umat dihancurkan dengan budaya liberalisme semisal perzinaan dan LGBT, dll.

Wahai kaum muslimin! Sadarlah, bahwa berbagai keburukan yang menimpa umat pada hari ini disebabkan umat telah menjauh dari Islam, merasa cukup dengan ibadah dan akhlak semata, tapi enggan berislam secara kaffah. Inilah pangkal kerusakan umat yang sebenarnya. Padahal Allah berfirman:

وَاَنَّ هٰذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ ۚوَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِه ۗذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِه لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa (TQS. al-An’am: 153)

Karenanya, bila umat ingin selamat dari ancaman komunisme, juga kapitalisme-liberalisme, kembalilah pada Islam kaffah. Islam harus kembali diterapkan dan dijadikan sistem kehidupan. Hanya Islamlah satu-satunya sistem kehidupan yang mulia dan diterima Allah SWT.
WalLahu a’lam. []

---*---

Hikmah:

Allah SWT berfirman:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

Dialah (Allah SWT) Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia menangkan atas seluruh agama. Cukuplah Allah sebagai Saksi. (TQS al-Fath [48]: 28).

---*---

Download file PDF versi mobile:
http://bit.ly/kaffah212m

Download file PDF versi cetak:
http://bit.ly/kaffah212