Jumat, 25 Februari 2022

*BULETIN DAKWAH KAFFAH – 233*23 Rajab 1443 H/25 Februari 2022 M*101 TAHUN DERITA UMAT**TANPA KHILAFAH*

*BULETIN DAKWAH KAFFAH – 233*
23 Rajab 1443 H/25 Februari 2022 M
*101 TAHUN DERITA UMAT*
*TANPA KHILAFAH*
Kaum Muslim yang mencintai agamanya semestinya mengingat Rajab bukan saja sebagai bulan haram. Rajab juga bukan semata-mata bulan yang diagungkan. Rajab pun bukan hanya bulan yang di dalamnya terjadi Isra Mi’raj Rasulullah saw.
Kaum Muslim seharusnya kembali membuka sejarah bahwa pada Rajab ini genap sudah 101 tahun kaum Muslim hidup tanpa perlindungan Khilafah Islamiyah. Khilafah Utsmaniyah, sebagai Kekhilafahan terakhir, dibubarkan oleh Mustafa Kamal Ataturk pada 28 Rajab 1342 H/ 3 Maret 1924. Mustafa Kamal yang merupakan keturunan Yahudi Dunamah adalah perwira Turki yang menjadi kaki tangan Inggris untuk menggerogoti kekuatan kaum Muslim dan Khilafah dari dalam.
Usai membubarkan Khilafah, Mustafa mengusir khalifah terakhir, Sultan Abdul Majid II, mulai memberlakukan sekularisme di seantero Turki, dan dengan kejam menghapus ajaran Islam juga bahasa Arab, mengganti azan dengan bahasa Turki, melarang tilawah al-Quran dikumandangkan di radio-radio, menyerukan para Muslimah membuka jilbab, dia pun membiasakan minuman keras serta dansa-dansi lelaki dan perempuan. Yahudi Dunamah terkutuk ini juga memberlakukan hukuman berat untuk siapa saja yang berusaha menghidupkan ajaran Islam.
*Penyebab Keruntuhan*
Keruntuhan Khilafah Islamiyah bukan disebabkan oleh ajaran Islam itu sendiri, melainkan disebabkan oleh faktor internal dan eksternal umat.
Secara internal keruntuhan Khilafah dikarenakan umat Muslim sudah mengalami kemerosotan pemikiran Islam sejak pertengahan Abad XII H (ke-18 M). Kondisi itu dimulai dari pengabaian bahasa Arab pada abad ke-7 H. Akibatnya, para ulama kesulitan untuk melakukan ijtihad.
Pada penghujung abad ke-13 H (abad ke-19 M) kemerosotan itu semakin menjadi ketika Islam dikaji bukan sebagai ideologi untuk menjawab persoalan kehidupan. Islam dikaji sekadar untuk kepuasan intelektual. Bahkan Islam justru ditafsirkan mengikuti kondisi masyarakat saat itu, bukan untuk mengubah masyarakat agar sesuai dengan Islam. Misal, pada masa itu ada hakim yang membolehkan riba bernilai kecil, menghentikan pelaksanaan _hudûd_. Bahkan sebagian ulama memfatwakan kebolehan mengadopsi undang-undang Barat ke dalam perundang-undangan Khilafah Islamiyah. Akibatnya, peradilan pada saat itu terbagi dua: mahkamah syariah yang memberlakukan hukum Islam dan mahkamah sipil yang menerapkan hukum-hukum Eropa.
Pemerintahan Khilafah juga dipangku bukan oleh orang-orang terbaik di kalangan umat, melainkan karena faktor keluarga dan kekerabatan. Kondisi ini memicu konflik dan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk melalaikan penerapan syariah Islam, penyebaran Islam lewat dakwah dan _futûhât_ (penaklukkan).
Keadaan suram Khilafah Utsmaniyah inilah yang menyebabkan negara-negara Barat, seperti kaum imperialis Inggris dan Prancis, menyebut Daulah Khilafah Utsmaniyah sebagai _‘The Sick Man in Europe’_ (Orang Sakit di Eropa).
Adapun secara eksternal umat Muslim harus menghadapi perang pemikiran (_ghazwul fikri_) yang dilancarkan Barat. Kaum imperialis Barat paham bahwa kekuatan kaum Muslim adalah ajaran Islam itu sendiri. Perdana Menteri Inggris, William Gladstone, yang berkuasa dari tahun 1868 sampai tahun 1894 pernah membawa al-Quran di hadapan Parlemen Inggris. Dia lalu mengatakan, “Tidak akan pernah ada perdamaian di Bumi ini selama ada buku (al-Quran) ini. Ini adalah buku yang penuh kekerasan dan terkutuk."
Karena itu Barat mulai menggunakan strategi baru untuk memerangi kaum Muslim dan Khilafah. Tidak lain perang pemikiran.
Umat merosot pemikirannya, semakin terpuruk akibat perang pemikiran yang dilakukan para penjajah. Di antara racun pemikiran yang dihembuskan mereka adalah paham nasionalisme dan kebangsaan. Inggris lewat antek-anteknya memunculkan isu permusuhan antara bangsa Arab dan Turki. Mereka juga memprovokasi umat Muslim untuk melakukan tindak separatis dari Kekhilafahan Utsmaniyah yang disebut sebagai kaum penjajah.
Inggris menghasut dan membantu tokoh-tokoh Arab seperti Syarif Husain—yang sebenarnya Wali (Gubernur) Khalifah untuk kawasan Hijaz—untuk memberontak dari Khilafah Utsmaniah pada tahun 1916. Namun, Inggris kemudian menyingkirkan Syarif Husain lalu mengganti dia dengan Abdul Aziz bin Saud untuk menguasai pecahan kekuasaan Khilafah Utsmaniyah di Jazirah Arab. Inggrislah yang menentukan tapal batas Saudi Arabia, Irak dan Kuwait dalam Konferensi Uqair pada tahun 1922. Seluruhnya diberikan kepada Abdul Aziz bin Saud dan keluarganya.
Setelah Khilafah runtuh, Barat terus menjaga agar kaum Muslim tetap terpecah dalam bentuk negara-negara kebangsaan. Dengan itu dipastikan mereka tidak bisa bersatu. Juga akan selalu muncul konflik. Mereka juga menyebarkan Islamofobia di tengah umat untuk memastikan agar Islam tidak dijadikan sebagai dasar negara dan aturan negara oleh kaum Muslim.
Karena itu Inggris tidak keberatan memberikan kemerdekaan kepada Turki selama negeri itu mengusung nasionalisme Turki dan memerangi Islam. Tentang hal ini Perdana Menteri Inggris yang merancang kehancuran Khilafah, Lord Curzon, berkata, “Situasi sekarang adalah Turki sudah mati dan tidak bisa bangkit lagi. Sebabnya, kita telah menghancurkan kekuatan spiritual mereka, yaitu Khilafah dan Islam.”
*Nestapa Tanpa Khilafah*
Keruntuhan Khilafah berdampak luas terhadap nasib umat. Penderitaan demi penderitaan terus dirasakan umat, karena ketiadaan penjaga dan pelindung umat dan negeri-negeri mereka. Palestina yang dilindungi oleh Khilafah Utsmaniyah akhirnya jatuh ke tangan Zionis Israel. Pada tahun 1930-an imigran asal Yahudi mulai memasuki Palestina dan mengusir penduduk aslinya. Akhirnya, pada bulan Mei 1948 secara resmi dideklarasikan negara Israel di atas tanah Palestina. Sejak itu pengusiran dan pembantaian terjadi secara besar-besaran terhadap warga Palestina. Pada tahun 1982, misalnya, terjadi tragedi pembantaian Sabra-Shatila oleh gabungan milisi Israel dan Kristen Maronit terhadap pengungsi Palestina dan Lebanon. Diperkirakan korban tewas mencapai 3.500 jiwa. Kebanyakan adalah wanita, lansia dan anak-anak.
Ketika AS mulai menginvasi Irak pada tahun 2003, diperkirakan jumlah warga sipil yang menjadi korban mencapai hampir 50 ribu jiwa. Terbukti kemudian agresi militer pasukan koalisi pimpinan AS didasari pada kebohongan AS dan Inggris. Alasan bahwa Saddam Husain mengembangkan senjata pemusnah massal tidak terbukti sama sekali.
Darah Muslim Rohingya juga tumpah tanpa ada yang bisa menolong dan membela. Organisasi Doctors Without Borders melaporkan 6700 Muslim Rohingya tewas dalam aksi genosida kaum radikal Budha di sana. Lihat pula bagaimana nasib kaum Muslim di Suriah, Yaman, Sudan, Uyghur, India. Semua berjuang sendiri-sendiri tanpa ada pelindung dan penjaga mereka. Padahal jumlah kaum Muslim hari ini amat banyak; jumlahnya 1,93 miliar di seluruh dunia. Kekuatan militer beberapa negara muslim pun diperhitungkan dunia. Namun akibat belenggu paham nasionalisme umat jadi seperti tak berdaya. Persis seperti yang telah diingatkan Nabi saw.:
«يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ»
_“Hampir saja bangsa-bangsa (kafir) mengerubuti kalian (umat Islam) sebagaimana mereka mengerubuti makanan yang berada di dalam piring.”_ Seorang laki-laki berkata, _“Apakah kami waktu itu sedikit?”_ Beliau menjawab, _“Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak. Namun, kalian seperti buih di lautan.”_ (HR Abu Dawud).
Sistem Kapitalisme yang hari ini diberlakukan di hampir seluruh penjuru dunia, termasuk negeri-negeri Islam, bukannya menciptakan kemakmuran justru penderitaan. Kesenjangan antara si kaya dan miskin amat dahsyat. Di Tanah Air, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan 1 persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional.
Yang ironi, sebanyak 25 grup perusahaan kelapa sawit menguasai lahan seluas 5,1 juta hektar atau hampir setengah Pulau Jawa yang luasnya 128.297 kilometer persegi. Dari 5,1 juta hektar (51.000 kilometer persegi), sebanyak 3,1 juta hektar telah ditanami sawit dan sisanya belum ditanami. Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sekitar 10 juta hektar. Anehnya, hari ini rakyat mengantri untuk membeli minyak goreng sawit karena langka di pasaran.
Sistem demokrasi yang dipuji-puji membawa kedaulatan rakyat justru menciptakan oligarki; kekuasaan yang dicengkram segelintir orang. Hal ini tidak lepas dari peran kaum kapitalis pemilik uang yang berada di belakang pemilihan. Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa 92 persen Pilkada dikuasai cukong. Menurutnya, kondisi ini melahirkan kebijakan korup dan korupsi kebijakan. Banyak kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha, sementara rakyat tidak mendapat apa-apa.
Nyata, hanya Khilafah Islamiyah yang bisa melindungi Islam, mengatur dunia, sekaligus membela kaum Muslim. Imam al-Mawardi mengingatkan bahwa keberadaan Imamah (Khilafah) adalah untuk menjaga agama dan mengatur dunia, _“Imamah (Khilafah) merupakan istilah bagi wakil kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Menegakkan Imamah (Khilafah) bagi manusia di tengah-tengah umat adalah wajib menurut Ijmak, kecuali menurut al-‘Asham yang telah menyempal dari mereka.”_ (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyah, hlm. 15, Maktabah Syamilah).
Karena itu sudahilah penderitaan umat sekarang juga. Kembalilah pada sistem Islam, Khilafah Islamiyah, yang akan menerapkan syariah Islam secara _kâffah_ sekaligus melindungi dan membela umat di seluruh dunia.
_WalLâhu a’lam._ []
*Hikmah:*
Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
_Sungguh seorang imam (khalifah) itu laksana perisai. Dia akan dijadikan pelindung dan orang-orang akan berperang di belakang dia._ (HR Muttafaq ‘alayh). []

Rabu, 23 Februari 2022

RUNTUHNYA KAPITALISME DAN KEMBALINYA ISLAMOleh K.H. Hafidz Abdurrahman

RUNTUHNYA KAPITALISME DAN KEMBALINYA ISLAM

Oleh K.H. Hafidz Abdurrahman

Yakin atau tidak, Islam pasti menang. Karena itu memang janji Allah. Bahkan, Allah mengulang ayat ini, dengan akhiran yang berbeda, sebanyak tiga kali

هُوَ ٱلَّذِیۤ أَرۡسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِینِ ٱلۡحَقِّ لِیُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّینِ كُلِّهِۦ 

"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur`ān) dan agama yang benar untuk dimenangkan atas segala agama.." 

Pertama, Q.s. al-Fath: 28. Dengan akhiran, "Wakafa Billahi syahida" (Cukuplah Allah yang Menjadi Saksi). Kedua, Q.s. as-Shaf: 9. Ketiga, Q.s. at-Taubah: 33. Keduanya dengan akhiran, "Walau Kariha al-Musyrikun" (Meski orang Musyrik tidak menyukainya)

Q.s. al-Fath: 28 turun dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah, setelah Umrah Hudaibiyah, tahun 6 H. Sebelum Makkah takluk di tangan kaum Muslim. Sedangkan Q.s. as-Shaf: 9 dan Q.s. at-Taubah: 33 turun setelah penaklukan kota Makkah. Q.s. at-Taubah sendiri turun tahun 9 H. 

Inilah janji Allah. Janji itu terbukti. Islam pun berkuasa selama 14 abad di muka bumi, sampai akhirnya payung kekuasannya dihancurkan. Kini, setelah 101 tahun, Islam dan umatnya tidak mempunyai payung, Islam kembali hidup dan menjadi harapan kaum Muslim. 

Bukan hanya harapan mereka, tapi dunia. Terlebih saat Kapitalisme benar-benar sudah keropos luar dalam. Sosialisme dan Komunisme pun sudah runtuh. 

Buku "Inhiyar ar-Ra'sumaliyah wa Dhuhur al-Islam" ini ditulis oleh Dr Muhammad Malkawi, yang pernah hidup Uni Soviet di era Sosialisme, dan hidup di AS yang menerapkan Kapitalisme. 11 tahun, setelah beliau prediksi Uni Soviet dan Sosialisme ini hancur, akhirnya terbukti

Semua dipaparkan di dalam buku ini. Begitu juga prediksinya akan kembalinya Islam. Islam sebagai solusi, bukan ancaman. Justru saat dunia benar-benar hidup dalam kegelapan. Semuanya dipaparkan di dalam buku ini

Iya. Seperti judul kitab al-Hafidz Ibn Katsir, "Al-Bidayah wa an-Nihayah". Semua ada awalnya. Semuanya pun ada akhirnya. Begitulah kehidupan.

Tetapi, Islam akan tetap kokoh sebagai cahaya kehidupan bagi umat manusia. Masalahnya, apakah umat manusia, khususnya umat Islam, benar-benar sudah siap menyambut kembalinya Islam atau tidak, sebagaimana Madinah?

https://www.instagram.com/p/CaKOplPvBvu/?utm_medium=share_sheet

Selasa, 22 Februari 2022

*BULETIN DAKWAH KAFFAH – 232* 16 Rajab 1443 H/18 Februari 2022 M*SELAMATKAN MUSLIMAH INDIA!*

*BULETIN DAKWAH KAFFAH – 232*   
16 Rajab 1443 H/18 Februari 2022 M

*SELAMATKAN MUSLIMAH INDIA!*

Lebih dari sepekan ini kaum Muslimah India di Negara Bagian Karnataka mengalami pelarangan berjilbab di semua lingkungan pendidikan, sekolah maupun kampus. Baik tenaga pengajar perempuan maupun pelajar dan mahasiswi dipaksa melepas jilbab mereka saat memasuki lingkungan sekolah/kampus. Pelarangan ini disebut-sebut merupakan instruksi langsung dari Kementerian Pendidikan India.

Para Muslimah berjilbab di Karnataka bukan saja dilarang memasuki sekolah/kampus. Mereka juga mengalami berbagai pelecehan dan intimidasi oleh warga Hindu. Sejumlah pemberitaan dan video yang beredar memperlihatkan berbagai persekusi yang dilakukan warga Hindu terhadap kaum Muslimah yang bertahan dengan busana islami mereka.

*Muslim Minoritas Tertindas*

Muslim India adalah warga minoritas. Di negara bagian Karnataka jumlah Muslim hanya 12 persen dari seluruh warga. Pemerintah Karnataka diketahui diperintah oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP)/Perdana Menteri Narendra Modi. Secara nasional, kaum Muslim memang kelompok minoritas di India. Populasi Muslim di India hanya 15 persen dari populasi atau hanya sekitar 200-an juta orang dari 1,39 miliar orang India. Meski menjadi agama terbesar kedua setelah Hindu, Muslim di India telah menjadi salah satu kelompok minoritas yang tertindas terbesar di dunia.

Perdana Menteri India Narendra Modi yang beragama Hindu telah sengaja menjadikan Muslim sebagai sasaran peraturan yang dia buat; mulai dari yang berujung pada hukuman penjara hingga diusir dari India. Pada Desember 2019 India mengeluarkan rancangan undang-undang kewarganegaraan yang menolak mengakui warga Muslim sebagai penduduk India. RUU tersebut memicu kemarahan dan protes serta tindakan kekerasan selama berbulan-bulan.

Pada 2019, sebuah laporan menyebutkan bahwa lebih dari 90 persen korban kekerasan di India dalam 10 tahun terakhir adalah Muslim. Namun, para pelaku kekerasan tersebut rata-rata bebas dari hukuman. Ada dugaan rangkaian kekerasan tersebut mendapatkan dukungan politik dari Partai Bharatiya Janata pimpinan Modi.

Masjid-masjid di India juga sering mengalami penyerangan seperti disemprot dengan kotoran sapi. Kaum Muslim pun sering dipaksa mengucapkan puji-pujian kepada dewa-dewa mereka, yang jadi slogan partai Hindu yang berkuasa di India. Tempat usaha dan kediaman warga Muslim sering jadi sasaran serangan sehingga memaksa sebagian warga Muslim mengungsi ke tempat lain.

Karena itu kekerasan dan intimidasi yang dialami Muslimah di Negara Bagian Karnataka sesungguhnya hanyalah bagian dari rangkaian gelombang Islamofobia di India. Tragisnya, Muslim India nyaris tidak mendapatkan perlindungan dari negara, juga dari lembaga-lembaga dunia, termasuk dari para pemimpin Dunia Islam.

*Wajib Menolong Sesama Muslim*

Penderitaan yang dialami kaum Muslim, khususnya Muslimah di India, haruslah menjadi bagian dari derita kita. Jangan lupa, kaum Muslim itu bersaudara. Laksana satu tubuh. Satu sama lain saling terhubung. Satu sama lain bisa merasakan derita bersama-sama. Nabi saw. bersabda:

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى»

_Kaum Mukmin itu—dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi—bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan demam (turut merasakan sakitnya)_ (HR Muslim).

Allah SWT telah memerintahkan umat Muslim untuk senantiasa memberikan bantuan manakala saudaranya membutuhkan pertolongan. Allah SWT berfirman:

وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ 

_Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama maka kalian wajib memberikan pertolongan_ (TQS al-Anfal [8]: 72).

Menolong sesama Muslim yang dianiaya adalah fardhu kifayah. Haram berdiam diri saat melihat saudara seiman terzalimi. Kewajiban ini baru tuntas saat mereka yang terzalimi mendapat perlindungan sempurna.

Nabi mengingatkan tidaklah seorang Muslim membiarkan penganiayaan terhadap sesama Muslim melainkan Allah SWT pun akan membiarkan mereka terzalimi pula. Nabi saw. bersabda:

«مَا مِنْ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا عِنْدَ مَوْطِنٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنْ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْطِنٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ»

_Tidaklah seseorang membiarkan (tidak menolong) saudaranya sesama Muslim dalam kondisi kehormatannya sedang dilanggar dan harga dirinya direndahkan, kecuali Allah akan membiarkan (tidak menolong) dia saat dia ingin ditolong. Tidaklah seseorang menolong seorang Muslim pada saat harga dirinya direndahkan dan kehormatannya dilanggar, kecuali Allah akan menolong dia saat dia ingin ditolong_ (HR Ahmad).

*Umat Tanpa Perisai*

Penghinaan dan penindasan yang dialami kaum Muslim India, khususnya para Muslimahnya, seharusnya menjadi peringatan keras bagi kaum Muslim sedunia, bahwa persoalan ini tidak bisa ditangani secara individual, organisasi atau lembaga dunia sekalipun seperti PBB. Kaum Muslim sedunia harus memiliki institusi sendiri yang bersifat global dan memiliki kekuatan besar untuk melindungi dan membela kehormatan mereka, termasuk kaum Muslim/Muslimah India. Institusi global itu tidak lain adalah Khilafah Islam. Derita kaum Muslim sedunia, khususnya di India, tidak akan terjadi manakala Khilafah Islam hadir sebagai perisai kokoh yang menjaga dan membela kehormatan umat. Nabi saw. telah mengingatkan kita betapa urgen keberadaan Khalifah/Imam sebagai perisai bagi umat. Beliau bersabda:

«إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ، يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ، وَيُتَّقَى بِهِ»

_Sungguh Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai; orang-orang akan berperang di belakang dia (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya_ (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad).

Imam an-Nawawi dalam _Syarh Shahîh Muslim_ berkomentar, “(Imam/Khalifah itu perisai), yakni seperti _as-sitr_ (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslim; mencegah manusia satu sama lain saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam; manusia berlindung di belakang dia dan tunduk di bawah kekuasaannya.” (An-Nawawi, _Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim_, 4/134, Maktabah Syamilah).

Di Madinah, pernah terjadi seorang muslimah yang tengah berbelanja di Pasar Yahudi disingkap pakaiannya oleh seorang Yahudi dari Bani Qainuqa. Seketika seorang pedagang Muslim melakukan pembelaan terhadap Muslimah tersebut. Namun, pedagang Muslim tersebut lalu dibunuh beramai-ramai oleh para Yahudi lainnya. 

Mendengar peristiwa tersebut, Rasulullah saw. murka. Beliau lalu mengirimkan pasukan untuk menghukum Bani Qainuqa. Kaum Muslim mengepung benteng Yahudi Bani Qainuqa selama 15 hari 15 malam. Akhirnya, mereka menyerah dan diusir dari Madinah. Demikianlah ketegasan Rasulullah saw.—sebagai kepala Negara Madinah saat itu—terhadap kaum Yahudi yang menista kaum Muslim/Muslimah.

Contoh lain bagaimana kaum Muslimah dibela kehormatannya terjadi pada bulan April tahun 833 M. Seorang gubernur Romawi di Kota Ammuriah (bagian dari wilayah Turki) pernah menodai kehormatan seorang Muslimah. Saat mendengar kejadian tersebut Khalifah Mu’tashim Billah, yang saat itu berada di Baghdad, segera mengirimkan pasukan untuk memerangi Kota Ammuriah. Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada Muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh Khalifah untuk membebaskan Ammuriah dari jajahan Romawi.

Demikianlah, dengan adanya Khilafah sebagai perisai, kehormatan kaum Muslim/Muslimah senantiasa terjaga. Khilafah juga akan menciptakan suasana kerukunan umat beragama, dengan tetap mempersilakan umat beragama lain beribadah dan hidup sesuai dengan keyakinan agama mereka.

*Umat Terbelenggu Nasionalisme*

Selain ketiadaan Khilafah Islam, hari ini kaum Muslim juga terkerat-kerat oleh batas-batas teritori negara mereka masing-masing. Hati dan pikiran mereka juga terbelenggu oleh paham kebangsaan. Paham ini menjadikan umat dan para pemimpin mereka tidak punya kepedulian dan enggan menolong saudara-saudara mereka yang tertindas. Mereka juga lebih takut dengan aturan internasional soal larangan intervensi terhadap negara lain. Padahal saudara mereka seiman terzalimi di sana.

Beda dengan negara-negara imperialis seperti AS, Inggris atau Prancis. Mereka bisa leluasa mengintervensi bahkan melakukan invasi militer ke negeri-negeri kaum Muslim seperti ke Irak, Afganistan dan Suriah. PBB atau badan dunia manapun tidak mencegah mereka. Para penguasa Dunia Islam juga tak memprotes atau menahan mereka. Akibatnya, pasukan imperialis Barat leluasa menjarah, menangkapi, menyiksa bahkan melakukan pembantaian terhadap penduduknya sesuka mereka.

Wahai kaum Muslim, sadarlah! Tak ada yang bisa menolong saudara-saudara kita, khususnya kaum Muslim/Muslimah India, kecuali kita kembali ke pangkuan Islam; kembali melanjutkan kehidupan Islam dalam institusi Khilafah. Lalu bersama Khilafah Islam kita bisa membebaskan saudara seiman di mana pun di seluruh dunia. Inilah yang dulu pernah dilakukan oleh kaum Muslim saat mereka berada di bawah naungan Khilafah. 
_WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb._ []

*Hikmah:*

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ أُذِلَّ عِنْدَهُ مُؤْمِنٌ، فَلَمْ يَنْصُرْهُ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى أَنْ يَنْصُرَهُ، أَذَلَّهُ اللَّهُ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

_Siapa saja yang di hadapannya ada seorang Mukmin yang dihinakan, namun dia tidak menolong Muslim tersebut, padahal dia mampu menolongnya, maka Allah akan menghinakan dia di hadapan seluruh makhluk-Nya pada Hari Kiamat._ (HR Ahmad). []