Tanya :
Ustadz, bolehkah seorang nasabah menerima hadiah dari bank melalui undian?
Jawab :
Nasabah yang mempunyai rekening di bank konvensional, haram hukumnya
secara syar’i menerima hadiah dari bank itu, baik berupa uang tunai,
barang (seperti mobil), ataupun bentuk-bentuk hadiah lainnya, baik
hadiah langsung maupun melalui undian. Semuanya haram dan termasuk
kategori riba yang merupakan dosa besar (
kaba`ir).
Dalil keharamannya ada dua;
Pertama, karena
dalam pemberian hadiah tersebut terkandung unsur promosi/iklan kepada
masyarakat. Padahal bank konvensional menjalankan muamalah riba yang
diharamkan Islam, yaitu memberi bunga simpanan atau mengambil bunga
pinjaman. Mempromosikan sesuatu yang haram hukumnya haram, sesuai kaidah
fiqih :
At taabi’ taabi’ (segala sesuatu yang
menjadi ikutan/cabang dari sesuatu yang pokok, hukumnya mengikuti
sesuatu yang pokok itu). Dalam hal ini masalah pokoknya adalah aktivitas
riba, sedang promosi aktivitas ribawi adalah masalah cabangnya. Maka
pemberian/penerimaan hadiah dari bank konvensional haram, karena
termasuk mempromosikan riba yang telah diharamkan. (Yasir Thaha Ali
Karawih,
Al Mu’amalat al Maliyah al Mu’ashirah, hlm. 108; Imam Suyuthi,
Al Asybah wa An Nazha`ir, hlm. 231;
Ghamzu ‘Uyun Al Basha`ir, Juz 2/hlm. 264; Khalid bin Abdillah Al Mushlih,
Al Hawafiz At Tijariyyah At Taswiqiyyah wa Ahkamuha fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 55).
Kedua, karena pemberian hadiah itu adalah
pemberian pihak yang berutang (yaitu bank) kepada pihak yang memberi
hutang (yaitu nasabah yang mempunyai rekening). Pemberian ini hukumnya
haram. Sebab simpanan/tabungan (
wada`i’) dari nasabah di bank konvensional secara syar’i dianggap
qardh
(utang/pinjaman) yang diberikan nasabah kepada bank. Hubungan antara
bank dan nasabah dengan demikian adalah hubungan antara pihak pemberi
utang (
muqridh), yaitu nasabah, dengan pihak yang berhutang (
muqtaridh), yaitu bank. (Umar bin Abdil Aziz Al Matrak,
Ar Riba wa Al Mu’amalat Al Mashrifiyyah fi Nazhar As Syari’ah Al Islamiyah, hlm. 345-340).
Maka dari itu, hadiah yang diberikan oleh bank konvensional termasuk
riba yang diharamkan oleh nash-nash syara’, di antaranya sabda
Rasulullah SAW (artinya), “Jika seseorang dari kamu memberi utang (
qardh),
lalu dia diberi hadiah, atau dinaikkan di atas kendaraan (milik yang
berutang), maka janganlah dia menaiki kendaraan itu dan jangan pula dia
menerima hadiah itu, kecuali hal itu sudah pernah terjadi sebelumnya
antara pemberi utang dan yang berutang.” (HR Ibnu Majah, hadits no 2432,
Juz 2/hlm. 813, dari Anas bin Malik RA).
Adapun hukum menerima hadiah bagi nasabah yang mempunyai rekening di bank syariah, ada perbedaan pendapat (
khilafiyah) di antara fuqoha kontemporer menjadi dua pendapat.
Pertama,
membolehkan hadiah tersebut karena menganggap tak ada larangan memberi
hadiah selama cara distribusi hadiahnya tak melanggar syara’.
Kedua, tak membolehkan hadiah tersebut karena dianggap sikap taqlid kepada perbankan Barat. (Basim ‘Amir,
Al Jawa`iz Ahkamuha Al Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha Al Mu’ashirah, hlm. 114-115; Said Manshur,
Ahkamul Hadiyyah fi Al Fiqh Al Islami, hlm. 169-170).
Menurut kami, yang rajih adalah pendapat yang mengharamkan, baik
hadiah itu diberikan kepada nasabah yang mempunyai rekening tabungan (
wadi’ah), maupun yang mempunyai rekening investasi (
al hisabat al istitsmariyyah), seperti rekening mudharabah. Hadiah dari rekening tabungan (
wadi’ah) jelas haram, sebab termasuk riba yang lahir dari
qardh. Adapun hadiah dari rekening investasi (
al hisabat al istitsmariyyah),
sebagian ulama membolehkannya dengan syarat hadiah diambil dari modal
mudharabah, bukan dari labanya. Namun kami cenderung kepada pendapat Ali
As Salus yang tetap mengharamkannya. Sebab modal yang diberikan nasabah
kepada bank bagaimana pun juga tetap dihukumi sebagai
qardh, sehingga hadiah dari adanya
qardh hukumnya tetap haram. (Ali As Salus,
Mausu’ah Al Qadhaya Al Fiqhiyah Al Mu’ashirah, hlm. 160).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar